Kotbah Harian Misa, Kamis 25 oktober 2012



KUALITAS DALAM OTONOMI DAERAH.
(Ef 3:14-21; Luk 12:49-53).
Kotbah hari kamis,  25 Oktober 2012  
di Kapela  Soverdi St. Arnoldus Surabaya.

(Rm. Benediktus Bere Mali, SVD).

Kita mengenal aneka pandangan hidup dalam kehidupan sosial masyarakat. Pada kesempatan ini ditampilkan prinsip politisi dan prinsip kenabian. Ada prinsip politik yang mengatakan bahwa yang abadi adalah kepentingan. Tetapi prinsip kenabian mengatakan bahwa yang abadi adalah yang benar adalah benar, yang salah adalah salah, dalam takaran firman Allah. Dalam dunia politik, demi kepentingan pribadi, yang salah bisa dibenarkan dan yang benar disalahkan. Kepentingan pribadi yang dimaksud adalah kalau politisinya dari daerah A, maka kepentingan daerah A menempati posisi pertama, dari yang lainnya, walaupun melalui cara-cara yang tidak halal. Dalam dunia politik yang sedang menekankan otonomi daerah ini, soal kualitas personal urutan kesekian, sedangkan yang diutamakan adalah orang seasal, sesuku, sehobi, sabakat, seperasaan, yang memberikan rasa aman dalam kehidupan perpolitikan. Nah di sinilah peluang bagi para politisi untuk menumbuhkan sikap dan perilaku KKN secara aman. Hanya dengan sikap dan prinsip kenabian, tembok sikap dan prilaku KKN digonggong dengan sikap kritis demi sebuah pembaharuan.


Kita memang di satu pihak merasa senang dengan adanya prinsip otonomi daerah yang sedang dikembangkan di tanah air, mulai dari daerah pedesaan sampai perkotaan, karena ada tempat istimewa bagi masyarakat setempat untuk menempati posisi-posisi sentral di dalam kepemimpinan. Hanya satu hal yang tidak disadari adalah dalam penerapan otonomi daerah melupakan kualitas personalia di dalam menempati posisi-posisi kunci untuk kesejahteraan bersama.

Salah satu contoh nyata yang dijalankan untuk membangkitkan kesadaran akan pengutamaan kualitas personalia di atas otonomi daerah, adalah terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode lima tahun ke depan, dari luar Jakarta. Contoh ini sekaligus sebagai satu paradigma yang mengutamakan kualitas personalia di dalam kepemimpinan, bukan berdasarkan sesuku, seagama, sedaerah, sekota. Contoh ini akan cepat atau lambat, akan bergerak mulai dari pusat Jakarta menuju seluruh pelosok Indonesia dari sabang sampai merauke, untuk mengutamakan kualitas personalia dalam menduduki posisi kunci bagi kemajuan rakyat di dalam segala segi kehidupan.

Penerapan prinsip mengutamakan kualitas personalia dalam menempati jabatan jabatan kunci, pasti mendapat reaksi yang beragam, ada yang mengafirmasi, tetapi ada saja yang menegasi. Mereka yang sudah mapan hidup dengan otonomi daerah, suku, adat, agama, tanpa memperhatikan kualitas, pasti menegasi yang menekankan kualitas personalia dalam kepemimpinan. Sebaliknya mereka yang mengutamakan bobot personalia di dalam menduduki jabatan-jabatan sentral untuk kesejahteraan bersama, pasti dengan antusiasmenya mengafirmasi seratus persen upaya dan penerapan kualitas personalia dalam menempati posisi-posisi sentral guna mengambil keputusan untuk kesejahteraan umum.

Yesus datang ke dunia membawa misi yang mengutamakan kualitas personalia dalam memimpin diri dan sesama dalam kriteria diriNya yaitu untuk kepentingan keselamatan banyak orang. Maka segala pandangan dan prinsip yang mengutamakan egoisme pribadi, suku, adat, daerah tertentu, harus dikritisi untuk membangun kesadan bersama akan gerakan bersama membangun untuk kesejahteraan umum dalam arti fisik dan keselamatan universal dalam arti rohani.

Misi keselamatan universal melintas batas itu diungkapkan dalam paradigma Tuhan Yesus dalam sabdaNya ini: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi” Api berfungsi untuk membuat sesuatu lebih baik dan berguna untuk hidup dan kehidupan manusia. Misalnya api memasak beras menjadi makanan untuk dimakan manusia agar hidupnya berkelanjutan. Api juga berfungsi membakar dan menghanguskan serta meghancurkan.

Dalam arti rohani, api membakar habis semua prinsip hidup yang mengutamakan egoisme, agar yang ada adalah prinsip kesejahteraan umum dan keselamatan universal. Kesejahteraan umum dan keselamatan universal ini adalah kerinduan dan harapan semua manusia di seluruh dunia. Untuk menerapkan itu di dalam realitas hidup nyata setiap hari, kita tidak mengharapkan hal itu jatuh turun dari langit dan atau tumbuh dari dalam tanah. Kita membutuhkan personalia yang berbobot untuk memimpin dan mengatur secara baik dan benar dalam merealisasikan kesejahteraan bersama dan keselamatan universal di dalam kehidupan bersama mulai dari komunitas basis keluarga, komunitas biara, sampai di seluruh dunia. Apakah kita terbuka terhadap sesama yang hadir sebagai pewarta Sabda Yesus: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi” di dalam komunitas basis Gerejani, komunitas biara, pastoran, paroki, masyarakat, bangsa dan negara bahkan dunia? Keterbukaan terhadap sikap kritis anggota sebuah komunitas adalah awal yang baik untuk pengalaman akan kesejahteraan bersama dan keselamatan universal.