Kotbah Misa Harian, Rabu 28 November 2012



SETIA SAMPAI MATI
DALAM PANGGILAN DAN PROFESI

(Why 15:1-4; Luk 21:12-19)
Kotbah Misa Harian
Rabu 28 November 2012
di Soverdi Surabaya

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Kita hidup dalam panggilan kita masing-masing. Ada yang hidup berkeluarga. Ada yang hidup berjubah sebagai biarawan-biarawati atau rohaniwan. Panggilan itu menuntun kita manusia untuk senantiasa setia bahkan setia sampai mati dalam  menjalani panggilan hidup kita masing-masing. Kita  tidak boleh luntur dalam kesetiaan ketika ada keputusasaan dan hidup tanpa harapan. Entah dalam sukacita maupun di dalam dukacita, kita selalu setia dalam panggilan kita.                                                 

Mengapa kita harus setia di dalam panggilan hidup kita masing-masing? Kita memilih panggilan itu disertai ritus rohani dan dalam ritus itu kita menyampaikan janji setia satu terhadap yang lain, dan janji setia kepada Tuhan. Misalnya seorang biarawan atau biarawati mengikrarkan kaul kaul kesetiaan  kepada Tuhan dan sesama dalam pelayanan sebagai garam  dan terang masyarakat sejak jadi baiarawan-biarawati sampai mati. Setiap  orang yang menjalani panggilan hidup berkeluarga, dalam sakramen pernikahan, mengikat satu dengan yang lain sebagai suami isteri, dengan janji setia baik dalam suka maupun duka, baik dalam untung dan malang, baik dalam sehat maupun sakit, baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh karena tugas dan karya.                                         

Bagi mereka yang selalu setia dalam panggilannya, pasti mendapat berkat berlimpah dari Tuhan yang selalu setia kepada kita umatNya dalam setiap saat maupun dalam setiap tempat. Mengapa? Pengalaman saya wawancara dengan beberapa keluarga yang semua anaknya sukses dan berhasil, mengungkapkan bahwa keberhasilan semua anak dan kesuksesan semua anak dalam meraih cita-cita, dan menjadi orang yang baik dan benar di dalam hidupnya, bukan sesuatu yang jatuh dari langit. Tetapi melalui usaha kedua orang tua dalam ketekunan dan kesetiaan yang hanya fokus pada keluarga, masa depan keluarga, tanpa membuang banyak energi pada masalah-masalah yang merusak dan menodai kesetiaan suami isteri dan orang tua terhadap anak dan anak terhadap orang tua, karena masing-masing dalam keluarga memiliki kerja sama yang baik dan benar, menjalankan kesetiaan di dalam tugas panggilan dan profesinya masing-masing. Demikian juga wawancara saya dengan beberapa pastor senior sampai 90 tahun usianya, tampak tetap cerah dan tetap disegani karena kewibawaannya yang diperoleh dari ketekunan dan kesetiaannya pada panggilan sebagai iman.                                 

Kesetiaan kepada Kristus dalam suka maupun duka, dalam untung dan malang, dalam sakit dan sehat, dalam situasi perang maupun damai, dalam setiap tempat dan waktu adalah jalan lebar atau jalan tol tanpa hambatan menuju memperoleh Kehidupan yang sejati.  Sebaliknya orang yang tidak setia kepada Tuhan dalam panggilan dan profesinya, mempersempit jalan menuju kehidupan yang abadi di surga. Maka tepat Yesus bersabda : "Hendaklah engkau setia sampai mati, sabda Tuhan, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Ini adalah janji Tuhan bagi kita yang percaya kepadaNya. Kita pun hidup oleh janji-janji keselamatan yang dibawa oleh Yesus Kristus sebagai sàtu-satuNya nama yang menyelamatkan (Kis 4 :12) dan satu-satunya jalan dan kebenaran dan kehidupan (Yoh 14 : 6).  Mahkota kehidupan  ada di dalam Tuhan Yesus. Maka setia pada Yesus dalam pikir , kata dan perilaku menjadi jalan lebar atau bahkan jalan tol masuk surga.

Dalam masa antara kelahiran dan kehidupan, kita menata hidup dan karya kita, panggilan dan profesi kita dalam ketekunan dan kesetiaan kita kepada Kristus, pada setiap tempat dan setiap waktu, dalam kesusahan karena dianiaya maupun dalam sukacita karena pesta pora, dalam sehat maupun sakit, dalam untung maupun malang, dalam duka maupun suka. Dengan demikian kita menghadirkan  mahkota kehidupan itu di dalam hidup panggilan dan profesi kita, kini dan disini, yang akan mengalami kepenuhan dan atau kesempurnaan di Surga.