PAMRIH
DALAM TEORI PERTUKARAN SOSIAL
(Flp 2:1-4; Luk
14:12-14)
Kotbah
Misa Harian, Senin 5 Nopember 2012
Di
Soverdi Surabaya
(Rm.
Benediktus Bere Mali, SVD)
Dalam kebiasaan di
tempat kelahiranku, ada istilah AKEL
GO’ON dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan terutama di dalam dunia adat
Istiadat. Akel Go,on berarti membantu atau menyumbang kepada sesama untuk
pendidikan, untuk pernikahan, untuk kenduri, untuk pesta komuni pertama, dengan
harapan ketika ada acara dari si penyumbang, sesama yang telah dibantu itu
membantu atau menyumbang kembali kepadanya. Dengan kata lain, paradigma “akel go’
on” sama dengan paradigma “give and take”
atau memberi untuk menerima atau
membantu untuk mendapat balasan secara material, dalam membantu sesama.
Bantuan berdasarkan paradigma
“akel go’on” ini mendatangkan dua hal. Secara positif sesama menerima bantuan
dalam acara-acara yang diselenggarakannya. Tetapi secara negatif, keluarga yang
sudah dibantu, kantongnya tidak boleh kosong, untuk kembali membantu semua yang
telah membantunya, ketika mereka itu melakukan acara pesta adat dan pesta
gereja di dalam keluarganya. Ketika kantongnya kosong, tepat sesama itu
melakukan pesta adat atau pesta sekolah, maka harus meminjam uang untuk
membantunya. Jumlah uang untuk membantu tergantung buku catatan bantuan yang telah
diterimanya. Jika seseorang membantu sesama lima ratus ribuh dan itu dicatat
dalam buku catatan pemberi sumbangan dan buku catatan penerima sumbangan, maka
besarnya itu pula yang akan dikembalikan dalam membantu sesama yang mengadakan
pesta adat atau pesta sekolah. Biasanya dan sudah menjadi umum, setiap keluarga
memiliki buku catatan pribadi tentang menyumbang kepada siapa dan juga buku
catatan menerima sumbangan. Buku ini dikenal dalam bahasa daerah, Buku “Akel Go’on”.
Pandangan di atas
sangat manusiawi. Setiap orang yang menciptakan
“akel go’on” dalam hidupnya pasti akan mendapat banyak balasan,
imbalannya. Setiap orang yang banyak membantu akan mendapat banyak bantuan juga.
Pandangan yang terkesan
sangat materialistik ini dilihat secara rohani. Dasar pandangan spiritual
adalah yang disampaikan Yesus di dalam Injil hari ini. Yesus menekankan agar
bantuan kepada sesama harus didasarkan pada ketulusan dan tanpa pamrih. Dengan demikian, bantuan itu tidak melahirkan
beban bagi diri sendiri. Kalau membantu secara pamrih, maka ketika orang yang
dibantu itu tidak membalas kembali bantuan, maka akan menimbulkan tekanan
psikologis bagi diri sendiri.
Membantu tanpa pamrih
itu memerdekakan diri. Bantuan seperti itulah yang dikehendaki Tuhan Yesus pada
hari ini. Mengikuti kehendak Yesus berarti mengutamakan Kerajaan Allah. Utamakanlah
Kerajaan Allah maka yang lain akan ditambahkan. Tugas kita adalah mengutamakan
kehendak Allah, soal balasan adalah urusan Tuhan.
Jadi
: akel go’on itu adalah balasan secara material dan secara langsung. Bantuan
tanpa pamrih itu balasan spiritual yang wilayahnya dan urusan Tuhan yang
diimani. Atau dalam teori pertukaran sosial : Akel Go’On memberi untuk menerima
secara material, sedangkan dalam bidang keagamaan, memberi untuk menerima harta
rohani. Keduanya ada Pamrihnya. Yang satu pamrih secara material. Kedua
pamrihnya secara rohani. Maka sebetulnya tidak ada yang namanya tanpa pamrih
dalam hidup ini. Dari segi sosiologi.