PEMIMPIN MENGIKUTI
KEHENDAK PRIBADI
ATAU
KEHENDAK ALLAH
Sir 48:1-4.9-11; Mat 17:10-13
Kotbah Misa Harian, Sabtu 15 Desember 2012
Dari Soverdi Surabaya Untuk Dunia
P. Benediktus Bere Mali, SVD
Membaca judul renungan di atas, ada
pertanyaan yang muncul di dalam benak, yaitu apa kekhasan yang melahirkan
perbedaan antara seorang pemimpin religius yang otoriter dengan seorang
pemimpin religius yang sejati?
Pemimpin religius yang otoriter
selalu memaksakan kehendaknya pada mereka yang dipimpinnya, sedangkan pemimpin
religius yang sejati mengandalkan dialog dengan Tuhan dan sesama, untuk
menemukan kehendak Allah dalam mengambil keputusan yang menyelamatkan semua
melintas batas.
Ahli-ahli Taurat yang ditampilkan di
dalam Bacaan Injil hari ini adalah pemimpin religius yang otoriter. Mengapa?
Karena mereka memperlakukan Yohanes dan Yesus menurut kehendak mereka sendiri,
bukan berdasarkan kehendak Allah yang mereka imani. Maka benar apa yang
dikatakan Nietzche bahwa "Allah sudah mati" itu ada dalam diri para
pemimpin Religius Otoriter bangsa Yahudi.
Kita adalah pemimpin untuk diri kita
sendiri. Masa adven adalah masa memimpin
diri berjalan menyambut kedatangan Pemimpin sejati pada hari Natal dan pada
akhir zaman. Dalam memimpin diri sendiri, kita membuka diri bagi tuntunan ROH
KUDUS ALLAH sang pemimpin sejati di dalam nurani kita masing-masing, karena DIA
selalu membawa keselamatan universal bagi semua melintas batas. Kita memimpin
diri menurut kehendak Allah yang menyelamatkan melintas batas bukan berdasarkan
kehendak pribadi yang menghancurkan sesama.