WARAS
vs NON-WARAS
*P.
Benediktus Bere Mali, SVD*
Homili
Rabu, 23 Juli 2014
Selama
persiapan Pemilihan Presiden 9 Juli 2014, kita banyak menerima informasi
tentang arahan pemilih untuk memilih para calon presiden 2014-2019. Ada dua
pendapat yang menyentuh benak dari aliran berita yang diterima.
Pendapat-pendapat itu adalah pemilih yang cerdas dan pemilih yang tidak waras.
Pemilih yang waras senantiasa menentukan pilihannya melalui memilih calon
pemimpin yang mengutamakan kejujuran dan kesejahteraan seluruh rakyat banyak
serta calon pemimpin yang setia pada rakyat dan tunduk di depan konstitusi,
sebaliknya pemilih yang non-waras memilih calon pemimpin yang mengutamakan
kepentingan pribadi dan tidak jujur yang dikenal dengan nama calon pemimpin
yang sedang dikelompokkan sebagai koruptor.
Perumpamaan tentang Penabur dalam Mateus 13 : 1 – 7 menampilkan
“Penabur yang waras dengan penabur yang non-waras”. Penabur yang waras menabur benih baik di atas
lahan yang subur sehingga menghasilkan buah yang berlipatganda, sedangan
penabur yang non-waras menabur benih yang baik di atas tanah yang tidak subur
sehingga menghasilkan buah yang berkurang bahkan sama sekali tidak mendatangkan
hasil yang baik. Penabur yang tidak cerdas itu menabur benih yang baik di tepi
jalan, di tanah yang berbatu, dan di lahan yang penuh dengan semak duri,
sedangkan penabur yang cerdas menabur benih yang baik itu di lahan yang tepat
bagi bertumbuh dan berbuahnya secara berlipat ganda, ada yang seratus kali
lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh ganda. Tuhan
menghendaki kita semua menjadi penabur yang waras, dengan menjadi penabur yang
menabur benih yang baik di atas lahan yang sudah disiapkan menjadi lahan yang
subur. Benih itu adalah benih Sabda Allah yang selalu menyelamatkan dan
menyejahterahkan semua orang. Penabur yang sejati adalah Tuhan Yesus sendiri
yang menabur benih Sabda Allah di atas lahan hati dan budi manusia yang
disiapkanNya supaya menjadi lahan yang subur bagi SabdaNya yang membawa
sukacita sejati bagi semua orang lintas batas.
Kita dapat bercermin pada penabur yang waras yang
dikontraskan dengan penabur yang tidak waras. Kita bisa saja digolongkan
sebagai penabur yang tidak waras yang menabur benih baik di atas lahan hati
sesama dan diri kita yang kurang subur atau tidak subur, karena kemalasan kita
dalam mengasah kemampuan budi dan ketajaman nurani serta kejernihan spiritual.
Atau kita juga bisa dikelompokkan sebagai penabur yang waras karena kita setia
dan tekun serta disiplin menata lahan hati kita secara personal maupun lahan
hati sesama secara sosial, menjadi lahan yang subur bagi bertumbuhnya pohon
kebaikan, kebenaran, keadilan dan kedamaian yang memberikan naungannya yang
menyejukkan bagi semua tanpa diskriminasi tertentu. ***