KONSPIRASI FARISI - PARA MURID HERODES ANTIPAS

MEMAKNAI HARI RAYA KEMERDEKAAN RI KE 63

Kehidupan bersama itu tidak selamanya mendatangkan kenyamanan. Kehidupan bersama seringkali mendatangkan ancaman satu terhadap yang lain atau persaingan satu terhadap yang lain secara tidak sehat, saling menjatuhkan satu terhadap yang lain, dengan cara-cara yang licik dan bahkan lewat konspirasi-konspirasi tertentu. Kehidupan dalam masyarakat Israel juga terjadi persaingan. Orang Farisi dan Para Murid Herodes merasa tersaingingi dengan kehadiran Yesus. Mengapa?

Kehadiran Yesus sebagai tokoh spiritual menarik banyak perhatian massa yang langsung mengikuti Yesus sebagai tokoh spiritual mereka yang mereka idam-idamkan. Mereka merasa save mengikuti Yesus. Yesus memeberi makan kepada yang lapar dan miskin. Hal ini menjadi nyata dalam Mujizat pergandaan Roti dan ikan. Mereka mendapat mujizat penyembuhan dari Yesus, yang sakit disembuhkan, yang buta melihat, yang lumpuh berjalan, yang tuli mendengar. Dengan demikian Yesus semakin terkenal dalam masyarakat. Banyak orang yang mengikuti Yesus. Para pengijut Yesus itu berasal dari massa atau umat kaum Farisi dan massa atau rakyat Herodes Antipas. “Yesus berhasil mengail pengikutNya di kolam kaum Farisi dan kolam Herodes Antipas”. Satu keunikan dari Yesus menarik banyak orang yang kemudian menjadi pengikutNya adalah Yesus melayani mereka untuk kepentingan dan kesejahteraan mereka yang dilayani. Yesus mengutamakan kesejahteraan umum. Itu inti sari yang menyentuh kerinduan dan harapan umat yang Yesus layani. Hal itu mereka temukan dalam tokoh spiritual Yesus, tidak mereka temukan dalam para Farisi yang punya jabatan dan kedudukan dalam institusi agama Yahudi dan Penguasa Sipil Herodes Antipas.

Kaum Farisi dan Para Pengikut Herodes merasa tersaingi bahkan sangat terancam dengan kehadiran Yesus pemimpin spiritual. Orang Farisi dan Para Murid Herodes mulai menyusun kelicikan mereka untuk mematahkan popularitas Yesus. Untuk menggolkan semua ambisi mereka untuk tetap berkuasa dan tetap memiliki massa, maka kaum Farisi dan para pengikut Herodes mulai menyusun konspirasi untuk menjatuhkan Yesus. Hasil konspirasi mereka itu mereka ungkapkan dalam upaya mereka untuk mejerat Yesus, lewat pertanyaan kepada Yesus: “Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar?” Mereka mengharapkan agar Yesus menjawab tidak atau ya, sebagai pintu untuk menjerat Yesus. Dalam konspirasi mereka, kalau Yesus menjawab Ya maka Yesus menyangkal rasa kebangsaanNya sebagai bangsa Yahudi. Secara teologis, Israel adalah tanah Suci dari Allah sebagai penguasa satu-satunya. Membayar Pajak kepada Kaisar berarti mennyangkal iman kepada Allah sebagai fondasi identitas iman bangsa Yahudi. Jawaban ya untuk membayar pajak kepada Kaisar akan mendatangkan para pengikut kaum Farisi mengadakan revolusi lewat demontrasi besar-besaran bahkan Yesus akan dilempar oleh para pendomo karena jawaban Ya itu merupakan satu pemerkosaan terhadap identitas bangsa Yahudi. Kalau Yesus menjawab tidak, maka Herodes Antipas dan para pengikutnya akan menyerang Yesus karena Dia tidak taat pada Penguasa Sipil saat itu yang dikendalikan oleh Penjajah Romawi.
Menarik bahwa Yesus tidak menjawab ya atau tidak terhadap pertanyaan yang menjerat DiriNya. Yesus sungguh menampilkan diri sebagai pribadi yang dipenuhi oleh kebijaksanaan dalam SabdaNya ini: “"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."(Mat 22:21). Dengan jawaban ini Yesus membuat mereka memikirkan sikap mereka sendiri baik terhadap "urusan kaisar" maupun keprihatinan mereka mengenai "urusan Allah" dan sekaligus menghindari jerat yang dipasang lawan-lawannya.
Jelas kaum Farisi dan para pendukung Herodes hendak menyangkal jawaban Yesus “Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan berikanlah kepada Allah apa yang menjadi hak Allah”, tapi dengan alasan yang berbeda. Kaum Farisi menolak dengan alasan agama, sedangkan kaum pendukung dengan alasan kepentingan politik mereka sendiri. Dalam perkataan Yesus “berikanlah kepada Allah yang wajib diberikan kepadaNya”, Yesus hendak menekankan perlunya integritas batin. Bila kehidupan agama mereka utamakan, hendaklah mereka menjalankannya dengan lurus. Bila mau jujur, mereka mau tak mau akan memeriksa diri adakah mereka sungguh percaya atau sebetulnya mereka menomorsatukan kepentingan sendiri dengan memperalat agama. Salah satunya adalah pajak dan kolekte untuk Bait Allah mereka gunakan untuk kepentingan diri sendiri bukan untuk kepentingan bersama. Jawaban Yesus secara implisit kritik terhadap kaum Farisi dan penguasa sipil yang korup uang rakyat dan umat.
Tema pembayaran pajak oleh rakyat untuk kesejahteraan rakyat dan kolekte dari umat untuk kesejahteraan umat tetap aktual untuk dibicarakan pada moment penting Hari Raya Kemerdekaan RI yang ke 63 pada hari ini. Pembicaraan tentang tema pajak dan kolkete menyangkut dua hal penting yang terlibat langsung yaitu rakyat atau uamt yang membayar pajak atau kolkete dan penguasa atau pemimpin agama yang menerima dan megelolah serat menyalurkan pajak atau kolekte untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama dalam Gereja maupun dalam masyarakat bangsa dan negara.

Tujuan pajak dan uang kolekte itu untuk kesejahteraan rakyat dan umat masih perlu direfleksikan lebih dalam lagi pada kesempatan istimewa Hari Raya Kemerdekaan Negara Indonesia ini, dalam memberi makna pada Kemerdekaan Negara Indonesia yang dirayakan ke 63 tahun. Merdeka berarti bebas dari kemiskinan dalam arti yang luas, mencakup sarana pendidikan yanga memadai yang tidak merata di tanah air, penyebaran tenaga dokter yang tida mereta di tanah air, sarana kesehatan yang tidak mereta, kemiskinan materi, masih ada dan dialami oleh rakyat maupun oleh umat beriman. Satu akar soal utama kemiskinan sampai hari ini belum tersembuhkan adalah masih ada pemerataan korupsi di tanah air Indonesia yang Hari Merayakan Kemerdekaannnya yang ke 63.

Pipa penyaluran Pajak dari rakyat untuk rakyat itu tersumbat oleh para penyalur uang rakyat kepada rakyat demi kesejahteraan bersama. Uang dari rakyat lancar mengalir ke tangan para penguasa, tetapi para pengelolah menyunat uang itu sehingga rakyat tetap misin , sedangkan penguasa terus sejahtera. Rakyat miskin yang telah susah payah membayar pajak hanya menonton kesejahteraan para penguasa yang enjoy menikmati uang rakyat. Rakyat sederhana tahu ketamakan para penguasa tapi tapi mereka tidak mempunyai beking yang kuat untuk kritik pedas pada para penguasa yang korup. Demikian juga dalam Gereja sebagai lembaga rohani yang mendapat kolekte dari umat untuk kesejahteraan umat. Apakah dalam Gereja juga melakukan hal yang sama? Kalau demikian orang-orang yang bekerja dalam institusi Gereja harus bertobat.

Melihat realitas seperti ini kita dihadapkan pada permenungan tentang KEMERDEKAAN Negara Republik Indonesia. Sebagai orang beriman, kita merenungkan Kemerdekaan dalam Kristus yang memiliki warna Keadilan dan Cinta Kasih. Kemerdekaan dalam Kristus yang meiliki warna Keadilan berarti kita sebagai orang beriman mau mengutamakan keadilan dalam tugas dan karya kita, dalam bidang apapun dan dimanapun kita berada. Merenungkaan kemerdekaan dalam Cinta Kasih mengantar kita kepada satu sikap hidup bahwa kita dipanggil untuk melayani umat, anggota komunitas, konfratres, dimana kita hidup dan ke mana kita diutus. Melayani berarti kita memiliki pengorbanan diri demi kesejahteraan bersama dan kesejahteraan komunitas. AMIN **** Ad multos annos***

Surabaya,
17 Agustus 2008
Haria Raya Kemerdekaan RI
Sir 10:1-8; 1Ptr 2:13-17; Mat 22:15-21