“RAJA
DAMAI NAIK KELEDAI PINJAMAN”
Homili
Minggu Palma 24 Maret 2013
Luk
19 : 28 – 40
Yes
50 : 4 – 7
Mzm
22 : 8 – 9.17-18a.19-20.23-24
Flp
2 : 6 – 11
Luk
22 : 14 – 23: 56
(Singkat
23 : 1 – 49)
P.
BENEDIKTUS BERE MALI, SVD
Apa
perbedaan antara pemimpin sipil dengan pemimpin spiritual? Perbedaannya
sesungguhnya terletak di dalam penjelasan sebagai berikut. Pemimpin dunia
ketika berjalan menuju tahkta kepemimpinan dengan meminjam harta kuasa suara
rakyat yang menjadi kendaraannya menuju
istana kepemimpinan dan setelah tiba di menara istana menikmati harta kuasa
suara rakyat yang dipinjamkannya itu lalu lupa mengembalikan harta kuasa suara
rakyat itu kepada rakyat yang mengharapkan pemimpin memberikan keamanan,
kedamaian, keadilan serta kesejahteraan. Sedangkan Pemimpin Spiritual terpilih dengan
meminjam harta suara domba-dombanya yang menjadi kendaraan pinjaman menuju
istana kepemimpinan religius atau spiritual, dan setelah tiba di istana religius,
mengembalikan pinjaman itu kepada umatnya yang mengharapkan pelayanan yang utuh
yaitu kebaikan, kebenaran, kedamaian, kesejahteraan, serta keadilan bagi semua
orang lintas batas.
Injil
Lukas
19 : 28 – 40 hari ini berbicara tentang Keledai Pinjaman yang
menjadi kendaraan Tuhan Yesus Raja Damai memasuki Yerusalem. Pemilik Keledai
adalah seorang yang percaya dan beriman kepada Tuhan Yesus sebagai Raja Damai
yang sederhana. Dia meminjamkan keledei milik kepunyaannya itu kepada Tuhan
untuk digunakan. Dia tergolong umat yang dengan tulus dan ikhlas meminjamkan
kendaraan itu kepada Raja Damai. Dia yakin bahwa Raja Damai akan segera mengembalikan
keledeainya setelah digunakan, sesuai kata-kata para murid yang disuruh Yesus
untuk meminjam keledai itu. Yesus hanya sekali saja merayakan perarakan
memasuki Yerusalem dengan menunggang keledai pinjaman. Sebuah peristiwa yang
tidak pernah terlupakan di dalam sejarah keselamatan yang terjadi di dalam diri
Tuhan Yesus. Sebuah peristiwa peminjaman keledai dari sebuah keluarga, sebagai
kendaraan Yesus Raja Damai memasuki Yerusalem, dalam menjalankan misi keselamatan
bagi seluruh dunia.
Peminjaman
keledai dari sebuah keluarga untuk kendaraan Yesus masuk Yerusalem untuk
melaksanakan Kisah SengsaraNya, kematianNya serta kebangkitanNya sebagai puncak
keselamatan semua orang dan kemudian mengembalikan Keledai itu kepada pemiliknya, memberikan
makna yang sangat mendalam untuk sebuah renungan kita secara kontekstual. Yesus
adalah Raja Damai yang sangat sederhana. KesederhanaanNya dibuktikan dengan
meminjam Keledai sebagai kendaraan bagiNya dalam perarakan menuju Yerusalem.
PerarakanNya itu disertai lambaian dedaunan palem yang hijau, simbol kesejukan
dan kedamaian serta keamanan bagi banyak orang lintas batas. Warna liturgi
merah yang mengiringi perarakan Minggu Palma adalah ungkapan arti keberanian
Raja Damai yang membawa kebenaran bahwa Dia adalah Mesias yang membawa
keselamatan bagi bangsa Israel yang sedang menantikan kedatanganNya. Warna merah
liturgi Minggu Palma mau menyatakan bahwa demi kebenaran, kebaikan dan keselamatan
semua orang, Yesus berani menderita, wafat dan bangkit dari alam maut.
Keledai
Raja Damai yang mengantarNya menuju Yerusalem, dikembalikan kepada pemilik
Keledai dalam nilai yang lain. Dalam sosiologi dikenal dengan teori pertukaran
Sosial. Pemilik Keledai memberikan Keledainya kepada Tuhan Yesus. Tuhan Yesus
mengembalikan atau memberikan nilai yang paling luhur yaitu keledai keselatamatan
universal yang terwujud dalam jembatan jalan salib Tuhan Yesus sebagai
satu-satunya jalan, keselamatan dan kehidupan bagi semua orang lintas batas.
Penderitaan
Salib Tuhan Yesus memiliki keunikan tersendiri, bila dibandingkan dengan aneka
penderitaan yang manusia alami di dalam hidupnya. Penderitaan manusia tidak
selamanya datang dari kesalahan dan dosa orang lain. Penderitaan manusia
seringkali datangnya dari kesalahan dan dosa diri sendiri. Tetapi penderitaan
Salib Tuhan Yesus senantiasa asalnya dari kesalahan dan dosa-dosa orang lain
yaitu umat manusia, bukan datang dari diriNya sendiri.
Bacaan
Pertama tentang penderitaan seorang Hamba YAHWE yang bukan karena kesalahannya
tetapi kesalahan dan dosa yang lain. Hamba YAHWE itu terwujud di dalam diri
Tuhan Yesus sendiri. Ramalan derita seorang Hamba YAHWE itu terlaksana dan
terpenuhi di dalam diri Tuhan Yesus sendiri.
Mazmur
tanggapan hari ini memuat tentang doa seseorang Hamba YAHWE yang menderita
karena bukan kesalahan dan dosanya tetapi karena dosa dan kesalahan orang lain
untuk keselamatan banyak orang lintas batas. Mazmur ini tentang doa permohonan
akan kekuatan dan pertolongan Allah untuk tetap kuat dan teguh dalam menanggung
penderitaan demi keselamatan banyak orang. Tuhan mendengarkan doa orang benar
yang menderita demi kebenaran dan kebaikan serta keselamatan banyak orang.
Tuhan mengabulkan doa orang yang menderita untuk menyelamatkan banyak orang
lintas batas.
Kekuatan
dalam derita untuk kebaikan, kebenaran dan keselamatan banyak orang, datangnya
dari berkat Allah dan upaya pribadi manusia
yang menjalani pengosongan diri sehingga diri pribadi bukan dipenuhi dengan
segala kekuatan diri pribadi manusiawi tetapi kekuatan itu berasal dari
kekuatan Allah sendiri di dalam hati manusia. Pengosongan diri untuk Tuhan
menyimpan kekuatanNya yang menyelamatkan semua orang lintas batas itulah yang
memberikan kekuatan bagi orang baik dan benar yang menderita bagi keselamatan
banyak orang. Bacaan kedua hari ini menekankan pengosongan diri bagi kekuatan
Allah menetap di dalam diri dalam menanggung banyak penderitaan untuk kebaikan
dan keselamatan banyak orang lintas batas.
Bacaan
Injil Kisah Sengsara hari Minggu Palma ini mempertegas penderitaan yang unik antara
penderitaan dua penjahat dengan penderitaan Tuhan Yesus. Penjahat sendiri mengakui bahwa Yesus
menderita di Salib bukan karena kesalahanNya dan dosaNya sedangkan dua penjahat itu disalibkan karena
dosa-dosanya dan kesalahannya sendiri.
Yesus menderita karena melakukan kebaikan dan kebenaran dalam Sabda dan
MujizatNya yang menyelamatkan banyak orang lintas batas. Sedangkan dua penjahat
itu menderita karena kesalahan dan dosanya secara pribadi.
Kita
seringkali menggeneralisir penderitaan yang kita alami serupa derita Tuhan
Yesus. Karena itu ketika kita terus hidup dalam kubangan derita yang lama
dialami, seringkali kita bukan mencari solusi tetapi menyalahkan Tuhan. Kita
perlu dengan budi yang jernih dan hati yang bening, membedah derita yang sedang
kita alami. Dalam keadaan seperti itu kita barangkali menjadi orang yang kritis
terhadap setiap penderitaan yang kita alami, bahwa ada penderitaan yang kita
alami karena kesalahan kita dan kelalaian kita sendiri. Ada derita yang kita
alami karena datangnya dari luar diri kita. Ada derita yang kita alami karena
datangnya dari sesama kita. Ada derita yang semestinya kita alami dalam tugas
dan karya perutusan serta panggilan kita dengan arah tujuan yang jelas yaitu
untuk menyelamatkan banyak orang, untuk kebaikan dan kebenaran bersama. Derita yang
terakhir inilah dapat kita identikan dengan Derita Yesus untuk keselamatan banyak
orang lintas batas.