Homili Kamis 11 April 2013

Kebenaran  Para Rasul
versus
Kebohongan Mahkamah Agama

Homili  Kamis  11 April 2013
Kis 5 : 27 – 33
Yoh 3 : 31 – 36

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Apa perbedaan antara kesalahan yang dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan dengan orang yang tidak mempunyai kekuasaan atau rakyat sederhana? Kesalahan orang sederhana yang tidak memiliki kuasa di dalam kehidupan bersama, secara langsung dihukum dan dipenjarahkan. Bahkan bisa saja dihukum mati  oleh penghukum yang tidak memiliki lagi hati dan budi yang berkemanusiaan. Sebaliknya orang yang memiliki kekuasaan sekalipun melakukan kesalahan yang fatal bagi kesejahteraan banyak, masih ditunda-tunda bahkan dicari-cari aturan yang diciptakan untuk membenarkan dirinya.  Penguasa  yang  bersalah bisa saja dibenarkan dengan membeli pembela dengan harta yang dimilikinya. Kebohongan pemilik kekuasaan bisa menang atas kebenaran otentik karena pembohong membeli kebenaran palsu dengan uang yang dimilikinya.
Mahkamah Agama Yahudi merasa kesalahannya dalam membunuh Yesus, ditelanjangi di depan publik oleh para rasul yang secara terbuka tidak “slinthutan” dan slinthat slinthut” dalam mewartakan kebenaran Yesus yang sungguh bangkit dan dalam namaNya sajalah ada keselamatan dan kehidupan yang kekal” (Kis 4:12). Yohanes juga memberikan kesaksian tentang Yesus yang telah bangkit. “Setiap orang yang percaya kepada Yesus melihat kehidupan kekal dan memperoleh kehidupan yang kekal” (Yoh 3 : 36).  Para Rasul dan Yohanes tampil sebagai seorang nabi yang mewartakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Sebalinya Mahkamah Agama Yahudi adalah orang yang memiliki kuasa dalam institusi Agama Yahudi, menangkap para rasul dan melarang mereka untuk mewartakan Yesus  yang telah bangkit setelah Sanhedrin membunuhNya. Dalam nama Yesus para rasul melakukan mujizat. Karya pewartaan dan mujizat yang dilakukan para rasul  membangkitkan iman banyak orang yang percaya kokoh kepada Yesus yang telah bangkit.  Tetapi Mahkamah Agama Yahudi berjuang menghapus jejak Tuhan Yesus dengan berupaya membunuh para Rasul yang semakin percaya diri dan percaya akan kekuatan Roh Kudus yang memimpin mereka mewartakan Kebangkitan Tuhan Yesus dan dalam namaNya melakukan mujizat penyembuhan dan mujizat dilepaskan dari berbagai kekangan belenggu Mahkamah Agama Yahudi yang memasukan para rasul dalam penjarah. Para penjaga penjarah menjadi saksi hidup. Orang-orang yang mengalami penyembuhan dalam mujizat penyembuhan yang dilakukan oleh para rasul, dihadirkan di hadapan Mahkamah Agama Yahudi yang menangkap para rasul, sebagai saksi hidup akan pengalaman akan penyembuhan dalam Nama Yesus yang telah bangkit setelah ditangkap, disiksa, menderita disalib, dan dibunuh oleh Sanhedrin.  
Kesaksian majemuk akan kebangkitan Tuhan Yesus ini menunjukkan bahwa kebenaran tidak semudah dikalahkan oleh kebohongan Mahkamah Agama Yahudi yang memiliki kekuasaan dalam institusi ilahi Agama Yahudi yang diperalat oleh Sanhedrin hanya untuk keselamatan dirinya bukan untuk keselamatan universal yang menjadi arah dan Tujuan Tuhan yang terlaksana di dalam diri Tuhan Yesus sendiri.
Kita hidup pada masa ini. Modus Vivendi kita semestinya mengalir dari nilai – nilai kebenaran sejati yang ditemukan di dalam Tuhan Yesus yang telah bangkit. Modus operandi kita juga semestinya menghadirkan kebenaran sejati yang ditemukan dalam Tuhan Yesus yang diwartakan oleh para rasul dan Yohanes, sebagai saksi nyata bahwa Yesus Sungguh Bangkit di dalam diri dan karya pelayanan kita setiap hari kapan dan dimana saja kita berada. Kita semestinya menjauhkan diri dari berbagai kebohongan terhadap diri dengan melawan nurani bening kita sendiri, terhadap sesama baik laki-laki maupun perempuan, dan terutama terhadap Tuhan yang Maha Tahu seperti yang dikatakan dalam Mazmur 139. Di depan  Tuhan tidak ada kata “slinthutan” dan “slinthut slinthat”.