*P.Benediktus Bere Mali, SVD*
Sumber refleksi tentang
kematian: Panggilan sempurna dari Tuhan
Rm. 14:8
Mrk.8:33
Mat. 16:23
Pada waktu masih kecil tetangga dan orang tua yang tinggal di sebuah kampung dengan rumah-rumah adat yang berdekatan dengan di halaman tengah perkambungan tempat bermain anak-anak, tempat menyelenggarakan simbol-simbol adat-budaya yang meliputi kata-kata atau doa, bahan material yang digunakan, dan kegiatan atau bahasa tubuh dalam penyelenggaraan ritus tersebut.
Salah satu kegiatan di halaman tengah itu adalah setiap sore kami sebagai anak-anak bermain dan berbagi cerita tentang cerita cerita yang penuh dengan sukacita, gembira, damai, dan nyaman serta yang enjoy. Ketika cerita tentang kemarahan satu terhadap lain, bahkan cerita tentang dukacita, sedih, kematian, orang tua, kakak atau saudara yang mendampingi dan mendengar itu langsung menarik kami ke tempat lain sambil cerita-cerita sukacita untuk sekedar mengalihkan perhatian dari yang dukacita kepada yang sukacita.
Ketika Yesus bercerita tentang kematian, Petrus menarik Yesus ke belakang dan menegur serta melarang Yesus agar jangan ceritera tentang kematian. Petrus mau supaya Yesus berbicara tentang sukacita, kegembiraan, enjoy. Petrus tidak mau saat enjoy bersama diakhiri dengan berita duka, dan kematian. Pengalaman Petrus ini terjadi saat orang banyak sedang berbondong-bondong mengikuti Yesus yang membuat begitu banyak orang penuh dengan Damai dan Sukacita bersama Yesus. Petrus mau supaya terus hidup enjoy dan kedamaian ini jangan cepat berlalu. Tetapi Yesus marah Petrus.
Yesus berpaling sambil memandang murid-murid-Nya lalu memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia (Mrk. 8:33)." Atau versi Mat.16:23, "Yesus berbalik dan berkata kepada Petrus, “Enyahlah dari hadapan-Ku, hai Setan! Kamu adalah batu sandungan bagi-Ku sebab engkau tidak menetapkan pikiranmu pada hal-hal dari Allah, melainkan hal-hal dari manusia.”
Barangkali pengalaman Petrus ini dapat ditujukan kepada kita. Kita lebih enjoy dengan hal-hal yang aduhai. Tetapi bukan pada hal-hal yang duka dan kematian. Sepertinya kita hanya mau memilih yang sukacita saja tetapi menolak yang dukacita.
Banyak orang yang tidak mau susah, mati, maunya enjoy saja. Saya ingat pengalaman sakit mantan provinsial sebuah kongregasi yang tak berdaya dengan kesehatannya tapi ekspresi lahir wajah-Nya begitu senyum bahagia, tidak mengeluh, menerima. Lalu saya tanya, apa kuncinya? Beliau jawab begini, sakit, menderita, bahkan kematian adalah bagian dari panggilan saya, panggilan kita manusia. Saya terdiam lama mendengar dan merekam rapi di benak. Lantas saya lanjut dalam hati, memang betul sekali bahwa beliau mengerti secara tepat tentang psikologi perkembangan ini bahwa setiap orang harus melewati tahap-tahap perkembangan manusia universal. Kita manusia harus melewati dan mengalaminya. Tahap psikologi perkembangan kita itu meliputi: lahir, hidup, kerja, sakit, mati. Setiap orang mengalami dengan caranya masing-masing. Ada yang menerima setiap tahap hidupnya. Tetapi ada pula yang menolak setiap tahap hidupnya. Salah satunya tolak atau terima dukacita, derita, dan kematian.
Yang menerima kematian pasti telah siap sejak awal karena derita dan kematian adalah bagian dari tahap hidup manusia dan tampak enjoy mengalami duka dan kematian sebagai satu Panggilan sempurna dari Tuhan sebagai suatu moment penting untuk penyembuhan total dan Sukacita abadi di Surga.
Maka tepat Paulus menulis Suratnya kepada jemaat di Roma. "Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Karena kita hidup bukan untuk kita sendiri dan mati bukan untuk diri kita sendiri, tetapi baik hidup dan mati adalah untuk Tuhan (Roma 14:8)."
Panggilan hidup. Panggilan mati Kita tetap milik Tuhan. Panggilan pada kematian adalah panggilan Paling Sempurna. Orang/kita harus bicara tentang dukacita, kesedihan dan kematian. Karena itu adalah panggilan kita. Baik hidup atau mati Kita adalah milik Tuhan.***