*P. Benediktus Bere Mali, SVD*
Rekoleksi Komunitas SAS (Soverdi St. Arnoldus Surabaya)
Sabtu, 27 Februari 2021
Pengantar
1. Mengapa Rekoleksi?
Rekoleksi adalah sebuah kewajiban bagi setiap anggota komunitas SVD, minimal 4 kali dalam setahun. Hal ini dapat kita baca di dalam Konstitusi SVD.no. 409.3. dan 410.2
Rekoleksi adalah kesempatan bagi kita untuk memperbaharui diri secara terus-menerus dalam bimbingan Roh Kudus di dalam hidup panggilan kita sebagai SVD.
Dalam Pembukaan Konstitusi SVD, secara jelas dan tegas tertulis “Ecclesia Semper Reformanda”. Artinya Gereja, kita secara terus menerus memperbaharui dirinya sepanjang zaman. Pembaharuan diri itu dalam bimbingan Roh Kudus, bukan berdasarkan roh yang lain.
Ditegaskan dalam pembukaan Konstitusi bahwa setiap anggota SVD tidak boleh acuh tak acuh atau masa bodoh mengolah diri secara terus menerus dalam bimbingan Roh Kudus.
Pembaruan diri itu, bagi saya meliputi, olah Otak dalam SVD, olah rasa at home di dalam SVD, bukan olah at house dalam SVD, olah aksi dalam SVD, olah program dalam SVD, olah pelaksanaan program dalam SVD, olah mengontrol /monitor atas pelaksanaan program dalam SVD, olah evaluasi atas pelaksanaan program, olah revisi program jika perlu untuk mencapai kehidupan Komunitas SVD model/komunitas contoh bagi komunitas yang lain.
Singkatnya pembaharuan diri secara terus menerus itu berarti meninggalkan cara hidup lama menuju cara hidup baru, meninggalkan sisi gelap hidup kita di masa lalu menuju sisi terang hidup kita di masa yang akan datang. Dengan kata lain pembaharuan diri terus menerus itu adalah kata lain dari pertobatan yang terus-menerus.
Berdasarkan kerangka pembaharuan diri: meninggalkan cara hidup lama menuju cara hidup baru itu, kita dapat memilih tema rekoleksi ini, “Merefleksikan Sisi Pertobatan yang ada dalam Ensiklik Fratelli Tuti”. Fratelli Tuti ini Bahasa Italia yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, “Semua Bersaudara: Persaudaraan dan Persahabatan Sosial.” Ensiklik Fratelli Tuti adalah ensiklik terbaru dari Paus Fransiskus.
2. Mengapa kita memilih merefksikan sisi pertobatan Ensiklik Fratelli Tuti?
1. Karena kita sedang menjalani masa prapaskah, masa tobat: sebagai kesempatan khusus bagi kita untuk membaharui diri, meninggalkan cara hidup lama menuju cara hidup yang baru.
2. Karena Ensiklik Fratelli Tuti ini memuat atau berisi tentang tiga hal: yaitu Cara Hidup lama dan cara hidup baru dan bagaimana cara menularkan cara hidup yang baru itu kepada dunia, kepada orang lain, agar cara hidup baru itu tetap bertumbuh dan berkembang di dalam hati semua orang.
3. Karena itu dari Ensiklik ini kita mendefinisikan Tobat berarti meninggalkan cara hidup lama menuju cara hidup yang baru.
4. Ensiklik terbaru dari Paus Fransiskus ini, Sangat cocok untuk kita jadikan dasar pertobatan kita di dalam komunitas kita. Cara hidup lama diganti dengan cara hidup yang baru di dalam komunitas kita untuk kebaikan kita bersama.
5. Untuk itu nanti dalam contoh-contoh yang diberikan dalam rekoleksi ini diambil dari dokumen resmi SVD yang cocok sesuai dengan tema pertobatan: Meninggalkan cara hidup lama menuju cara hidup yang baru.
Dari alasan di atas maka kerangka rekoleksi kita dapat dibagi ke dalam lima Langkah yaitu:
1. pengantar Ensiklik Fratelli Tuti,
2. sisi gelap ensiklik Fratelli Tuti,
3. sisi terang Ensiklik Fratelli Tuti,
4. dialog adalah cara efektif menularkan sisi terang kepada dunia,
5. pertobatan konkrit dalam komunitas.
Pengantar
Ensiklik Fratelli Tutti ini ditandatangani oleh Paus Fransiskus pada 3 Oktober 2020, pada saat Paus Fransiskus berkunjung ke makam Santo Fransiskus dari Asisi.
Dokumen Fratelli Tuti ini diterbitkan keesokan harinya, 4 Oktober 2020, saat hari Raya Santo Fransiskus dari Asisi. Eksiklik Fratelli Tuti ini terdiri dari 8 Bab, 287 Paragraf, dan tebalnya 92 halaman.
Dari sekian banyak tulisan dan ringkasan tentang dokumen resmi ensiklik Fratelli Tuti ini, saya berpedoman pada ringkasan dari Pater Anton Pernia SVD mantan Superior Jenderal SVD.
Kurang lebih satu bulan setelah terbitnya dokumen ini, Pater Anton Pernia memberikan Seminar tentang Ensiklik Fratelli Tuti ini di Seminari Tinggi Christ The King di Manila pada masa advent 2020.
Pertanyaan mendasar yang diajukan Pater Anton Pernia di dalam seminar itu adalah: Mengapa Paus Fransiskus mengeluarkan ensiklik "Fratelli Tuti: Semua Bersaudara: Persaudaraan dan Persahabatan Sosial" pada 4 oktober 2020 pada masa pandemic covid-19?
Alasan Pertama dan utama adalah: Ensiklik ini lahir sebagai hasil dari Paus kritik diri sendiri sebagai Pemimpin Gereja Tertinggi yang sedang mengalami pandemic covid-19. Paus mengkritik Gereja yang memiliki mata yang telah melihat bahwa dunia ini sedang dibangun oleh:
(1) Sejumlah pemimpin dunia yang menghalalkan segala cara untuk berkuasa, untuk dilayani bukan untuk melayani,
(2) Sejumlah kaum bermodal yang mengumpulkan harta kekayaan dengan menghalalkan segala cara, tanpa etika dan menggunakan harta kekayaan tanpa unsur sosial, melainkan hanya atas dasar individualisme radikal, untuk kepentingan diri sendiri.
(3) Sejumlah kelompok religious yang memperalat agama dan ayat-ayat kitab sucinya untuk kepentingan diri sendiri, untuk mengontrol agama yang lain dengan sesuka hati,
(4) sekelompok mayoritas budaya dalam multicultural ini, yang melihat budayanya sebagai budaya yang harus hidup sedangkan budaya minoritas diabaikan atau dikalahkan,
(5) tetapi Gereja tidak berbuat apa-apa terhadap kenyaatan ini. Gereja tidak bersuara melihat kenyataan seperti ini.
(6) Berdasarkan alasan inilah, Paus Fransiskus menerbitkan Ensiklik Fratelli Tuti pada 4 Oktober 2020.
Dari sumber of-line dan on-line Rangkuman Ensiklik Pater Anton Pernia ini, ada 4 point penting yang menjadi pilar dari Ensiklik Fratelli Tuti ini. Keempat pilar itu adalah Pilar Politik, pilar Ekonomi, pilar Religius dan pilar multikultur.
Dari empat pilar itu Pater Anton Pernia membaginya dalam dua hal besar yaitu, ada sisi negatif atau tantangan atau sisi gelap dalam ensiklik Fratelli Tuti, ada Sisi Positif sebagai harapan atau sisi Terang dari Ensiklik ini. Sisi Terang dan sisi Gelap Ensiklik Fratelli Tuti ini berakarkan Sabda Allah/Kitab Suci, secara khusus, Orang Samaria yang Baik Hati. Injil Lukas 10: 25-37
Dalam konteks tema pertobatan pada masa prapaskah ini, sisi gelap adalah cara berpikir, berperasaan, beraksi, yang ada dalam diri para tokoh dalam Injil Lukas 10: 25-37, yaitu imam, orang lewi, terkhusus perampok/penyamun-penyamun yang merampok dan memukul seorang yang turun dari Yeriko dan meninggalkannya sendirian sakit menderita terkapar di pinggir jalan.
Sedangkan Sisi Terang dari Fratelli Tuti ini ada di dalam diri Orang Samaria yang baik hati, yang bekerja sama dengan pemilik penginapan sebagai perawat yang merawat orang yang dirampok dan dipukul itu sampai orang sakit itu sembuh. Di sini kita menemukan bahwa orang Samaria dan perawat itu melayani orang yang menderita itu secara total dan melayaninya secara tuntas.
Sisi Gelap yang ada dalam Ensiklik Fratelli Tuti
1. Pilar Politik: Penguasa/Pemimpin: Dilayani.
Dalam dunia Politik dewasa ini, orang mencari kuasa untuk menjadi pemimpin dengan menggunakan segala cara. Misalnya Calon pemimpin dan team suksesnya menggunakan politik identitas (kelompok mayoritas suku, agama, budaya) untuk mencapai kemenangan dalam pemilihan umum presiden.
Korbannya adalah kelompok minoritas tetap kalah walaupun punya kualitas untuk menjadi pemimpin. Pemimpin hanya untuk mengurus kepentingan diri dan kelompok mayoritas sedangkan kelompok minoritas tetap menjadi kelas dua atau tidak diperhatikan sama sekali. Pater Anton Pernia menggunakan kata power. Pemimpin atau penguasa untuk dilayani bukan untuk melayani dalam kasih.
Contoh dari pilar ini juga masih ada di dalam Gereja Katolik bahwa beberapa pemimpin lebih cenderung untuk dilayani bukan untuk melayani dalam kasih dan pengorbanan.
Contoh dalam SVD bahwa orang menjadi pemimpin untuk menjadi wakil dari kelompoknya atau sukunya. Kepemimpinan yang melayani total dan melayani secara tuntas dan anggota yang bertanggungjawab di dalam bidang tugasnya masing-masing untuk melayani secara total dan melayani secara tuntas masih jauh dari ideal sehingga sulit menemukan komunitas model atau komunitas contoh dalam SVD. (Bdk. Kapitel XI SVD Provinsi Jawa no.21.)
2. Pilar Ekonomi: Kumpulkan harta untuk diri: Tidak ada Etika dan aspek sosial.
Ensiklik Fratelli Tuti ini mengemukakan bahwa Kaum bermodal menggunakan segala cara untuk mengumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya untuk dirinya sendiri.
Tidak ada unsur etika dalam mendapatkan harta kekayaan dan tidak ada aspek sosial dalam menggunakan harta kekayaan yang berlimpah. Yang ada, hanya untuk kemuliaan diri sendiri. Pater Anton Pernia menggunakan kata Accumulation of the wealth.
Contoh dalam Gereja, orang menginvestasi uang umat atas nama dirinya sendiri. Beberapa pengelolah keuangan Gereja Paroki, menghilang melarikan uang umat, dari lingkaran Gerejanya.
Contoh dalam SVD, sejumlah anggota belum bisa menyerahkan uang yang diperoleh kepada SVD dengan berbagai alasan yang bertolak belakang dengan konstitusi SVD. Persoalan ini terus muncul di dalam Kapitel Provinsi dan Kapitel Jenderal. Terjadi perbedaan kaya dan miskin di dalam anggota SVD yang menjadi sumber konflik. (Lihat Kapitel Jenderal XVII.No.36 )
3. Pilar Multikultur: Budaya Konpetisi
Dewasa ini hampir semua negara menggunakan Politik identitas dalam kompetisi menuju kekuasaan dalam segala bidang kehidupan sosial politik. Tujuannya untuk mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri atau golongan yang menjadi bagian dari budaya mayoritas dan didukung oleh para pemilik modal yang besar.
Dunia ini sedang dibangun berdasarkan budaya kompetisi. Dalam kompetisi hasil akhir yang hendak dicapai adalah kalah atau menang. Kemenangan pasti ada di tangan kelompok mayoritas yang didukung oleh para pemilik modal. Sedangkan kelompok minoritas pasti kalah. Pater Anton Pernia menggunakan kata kompetisi budaya. Dalam sisi gelap pilar budaya ini, dunia sedang dibangun berdasarkan budaya kompetisi dan bukan berdasarkan prinsip solidaritas dan humanitas.
Contoh dalam Gereja masih ada signal sukuisme yang mementingkan kelompok mayoritas sedangkan yang minoritas diabaikan. Misalnya kaum migran dan transmigrant sebagai yang minoritas sering diabaikan.
Contoh di dalam komunitas SVD, masih ada pertemanan kelompok berdasarkan asal sekolah maupun asal suku. Komunitas internasional dalam komunitas seperti pisau bermata dua, bisa memperkaya panggilan sebagai SVD, tetapi pada saat yang sama bisa menjadi penghancur dari dalam SVD, kalau tidak dapat mengolahnya secara baik. (Lihat Kapitel XI SVD Provinsi Jawa No.25).
4. Pilar Religius: Keagamaan: Kontrol
Dalam dunia politik, kelompok radikal menggunakan agama mayoritas dan atas nama agama mayoritas sebagai lahan empuk bagi politik identitas untuk menuju kekuasaan politik. Misalnya kelompok ekstrimis radikal dari Agama tertentu atas nama agama mayoritasnya mengontrol agamanya dan agama lain untuk mengantar calonnya menjadi pemimpin, dengan harapan pemimpinnya yang terpilih dan mendapat jabatan dapat melayani kepentingan mereka secara lebih istimewa. Agama mayoritas diperalat untuk mengontrol agama minoritas di dalam semua segi kehidupan.
Sisi Terang Ensiklik Fratelli Tuti
Empat Sikap Gereja Katolik yang ditekankan dalam Ensiklik Fratelli Tuti ini berdasarkan Kitab Suci, Injil Lukas 10:25-37 tentang orang Samaria yang murah hati yang bekerja sama dengan pemilik penginapan dan perawat yang merawat orang menderita karena dirampok dan dipukul itu, dengan cara melayaninya sampai tuntas.
Belajar dari dua tokoh Kitab Suci ini, Sikap Gereja adalah tegas bahwa dunia ini harus dibangun dengan hal-hal yang positif, dunia ini harus dibangun dengan cara-cara yang baik. Empat pilar hal positif itu adalah:
(1). Pilar Politik: Penguasa atau Pemimpin: Melayani secara total dan melayani secara tuntas
Pemimpin dalam dunia politik dipanggil untuk melayani dalam kasih yang lembut untuk kepentingan bersama bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Pater Anton Pernia menggunakan kata :tenderness. Seorang pemimpin melayani dengan kelembutan kasih untuk kesejahteraan umum.
Contoh dalam Gereja. Ada banyak paroki-paroki model yang menjadi pusat training atau pelatihan bagi para pastor untuk menjadi pastor paroki yang baik sehingga dapat menjadi paroki model atau paroki contoh bagi paroki yang lain. Berdasarkan sharing dengan teman-teman romo dari sejumlah keuskupan, ada sejumlah keuskupan yang menjadikan paroki contoh atau paroki model sebagai tempat training bagi para pastor selama satu sampai tiga tahun, sehingga mereka kemudian diutus menjadi pastor paroki dalam keuskupan tersebut dan telah berhasil menjadikan paroki yang dipimpinnya menjadi paroki model bagi paroki yang lain.
Contoh dalam SVD, memiliki prinsip pemimpin yang melayani secara total seperti Orang Samaria yang baik hati, dan keanggotaan yang bertanggungjawab di dalam bidang tugasnya masing-masing, untuk melayani secara total dan melayani secara tuntas, sebagai jalan untuk menjadi komunitas model bagi komunitas yang lain. (Lihat Konstitusi 601, Kapitel General XVII No.32).
(2). Pilar Religius: Agama : Empati
Dunia ini harus dibangun oleh orang-orang yang beragama yang berempati bersama orang miskin dan menderita seperti orang Samaria yang baik hati: melayani orang yang menderita secara total dan tuntas dalam kasih dan kelembutan. Pater Anton Pernia menggunakan kata compassion. Kata compassion berarti bersama-sama menderita dengan orang yang sedang menderita.
Contoh, Gereja dipanggil untuk menderita bersama orang yang menderita. Gereja harus berempati bersama sesama yang menderita.
Contoh dalam SVD, kita dipanggil untuk berempati bersama sesama yang menderita. Orang miskin dan menderita adalah mitra dialog kita. (Konstitusi 102, Kapitel XI SVD Provinsi Jawa No.15)
(3). Pilar Ekonomi: Harus ada aspek Etika dan dan aspek Sosial dari harta kekayaan
Dunia ini harus dibangun oleh orang yang mendapat harta kekayakan secara halal, secara etis. Pemilik harta kekayaan harus membagi kekayaannya untuk kesejahteran bersama. Artinya bahwa Harta Kekayaan itu memiliki aspek etis dan aspek sosial. Orang harus Memperoleh harta kekayaan dengan cara yang halal dan harta kekayaan itu dibagi untuk kesejahteraan bersama. Pater Anton Pernia menggunakan kalimat Sharing the wealth. Artinya Harta kekayaan yang dimiliki, dibagikan untuk kesejahteraan bersama.
Contoh dalam Gereja, Uang Gereja adalah Uang Umat, digunakan untuk kesejahteraan umat pada umumnya baik di dalam gereja maupun di luar gereja. Orang Samaria yang baik hati adalah contoh yang paling nyata bagi Gereja. Uang Gereja bukan hanya untuk kesejahteraan sekelompok orang tertentu dalam Gereja.
Contoh dalam SVD, harta kekayaan SVD digunakan untuk misi ad intra dan ad exstra. Semua harta yang diterima harus diberikan kepada Serikat sesuai dengan konstitusi untuk misi Allah dan Misi Gereja. Setiap anggota SVD tidak mengumpulkan harta untuk dirinya sendiri. (Lihat Kapitel General XVII No.36; Konstitusi 213; Kapitel XI SVD Provinsi Jawa No.23)
(4). Pilar Multikultur: Budaya: Solider dan kemanusiaan.
Dalam dunia multikultur, setiap perjumpaan dengan budaya lain semestinya membuat orang dari budaya yang berbeda-beda itu saling menghargai berdasarkan prinsip kemanusiaan dan solidaritas. Budaya bukan menjadi alat yang digunakan untuk kompetisi. Pater Anton Pernia menggunakan kata solidaritas dan kemanusiaan. Setiap orang harus menghargai budaya sesama dengan prinsip solider dan kemanusiaan.
Contoh dalam Gereja, dalam dunia multikultural ini, pasti dimana dan kapanpun, kita dapat berjumpa dengan orang atau umat yang berasal dari budaya lain. Maka Gereja diutus untuk senantiasa solider dengan budaya lain berdasarkan kemanusiaan universal. Setiap suku dengan budayanya masing-masing diberi tempat istimewa di dalam kehidupan Gereja Katolik.
Contoh dalam SVD, komunitas internasional SVD sangat cocok dengan apa yang tertulis jelas di dalam konstitusi dan kapitel. Anggota SVD terus meningkat karena terbuka bagi semua anggota atau calon dari berbagai latarbelakang budaya dan suku bangsa. Multikultur di dalam SVD ini berdasarkan prinsip solidaritas dan kemanusiaan, menjadi satu kekuatan yang luarbiasa bagi SVD pada zaman ini. Tetapi di sisi lain kita harus sadar bahwa komunitas internasional itu bagaikan pisau bermata dua, bisa lebih baik, tetapi bisa lebih buruk dan hancur dari dalam komunitas SVD, jika tidak diolah secara baik. (Lihat kapitel Genderal XVII No.42)
Berdialog: Cara Mempertahankan Sisi Terang tetap Hidup dan berkembang Biak
Nilai positif yang diperjuangkan dalam ensiklik ini harus ditularkan kepada orang lain di semua tingkat atau level melalui dialog.
Mengapa dialog? Karena Dialog adalah cara paling efektif mewartakan sisi terang Ensiklik Fratelli Tuti kepada sesama agar sisi terang dapat hidup di dalam hati banyak orang.
Orang Samaria yang murah hati berhasil menumbuhkan Sisi Terang dalam hidupnya menjadi inspirasi bagi dialog. Dialog Hidup. Dialog Contoh hidup. Dialog contoh hidup yang baik dalam melayani orang menderita secara tuntas.
Berdialog itu dapat dimulai dari level yang tertinggi sampai pada level komunitas. Level dialog itu bisa terjadi pada tingkat internasional, nasional, regional, domestik dan lokal serta dalam komunitas.
Tetapi pada kesempatan ini kita fokus pada dialog di tingkat komunitas kita sendiri.
Bagi saya, ada dua tingkat dialog yang dapat dibuat di dalam komunitas.
Level Pertama Dialog di level pimpinan bersama team/dewan secara solid.
Pimpinan bersama team/dewan memiliki jangka waktu selama 3 Tahun masa kepemimpinan dengan harapan agar di akhir masa jabatan ada target yang semestinya dicapai
Team Pimpinan dan anggota team/dewan dapat berdialog berdasarkan Ensiklik Fratelli Tuti, untuk melayani seperti orang Samaria yang baik hati.
Dengan demikian prinsip dasar dialog di level pimpinan adalah Kepemimpinan yang melayani secara total dan tuntas dengan keanggotaannya yang bertanggungjawab dalam bidang kerjanya masing-masing dapat melayani secara total dan tuntas untuk kebaikan bersama.
Pertemuan di tingkat team kepemimpinan itu berpola sebagai berikut:
1. Dialog untuk olah otak. Dialog ini penting untuk memiliki konsep yang sama dalam menjalankan tugas kepemimpinan, berdasarkan dokumen resmi SVD dan Dokument Resmi Gereja dalam memimpin komunitas dan dokumen resmi negara dan dokumen resmi dunia yang berkaitan dengan kepemimpinan.
2. Dialog untuk olah rasa at home dalam komunitas SVD, untuk menutup pintu terhadap olah rasa at house dalam komunitas SVD.
3. Dialog untuk olah aksi atau tindakan dalam komunitas berdasarkan Sabda Allah/Kitab Suci, Hand Book for Superiors, Kapitel General, Kapitel Provinsi, Kapitel Rumah, Konstitusi dan Dokumen Gereja dan Fratelli Tuti, ensiklik terbaru dari Paus Fransiskus.
4. Dilog untuk olah Program Harian, Mingguan, Bulanan, Tahunan. Program ini adalah wujud real dari ideal SVD dalam dokumen resmi Gereja dan dokumen resmi Serikat Sabda Allah. Program ini adalah cara konkrit Roh Kudus Membimbing Komunitas secara tampak, terukur, kelihatan.
5. Dialog untuk program itu diimplementasikan pada semua anggota komunitas yang melaksanakan atau hidup mengikuti arah aturan bersama.
6. Dialog untuk memonitor pelaksanaan program harian, mingguan, bulanan, Tahunan.
7. Dialog untuk mengevaluasi terhadap program harian, mingguan, bulanan, tahunan.
8. Dialog ini untuk revisi program kalau dibutuhkan, untuk menuju sebuah komunitas model atau komunitas contoh bagi komunitas lain.
Level kedua dialog adalah jadwal terencana dialog pimpinan dan team/dewan dengan seluruh anggota komunitas. Prinsip dasar dialog atau pertemuaan adalah pemimpin bersama team/dewan yang melayani secara total dan melayani secara tuntas dengan anggotanya yang bertanggungjawab di bidang tugasnya masing-masing untuk melayani secara total dan melayani secara tuntas, seperti Orang Samaria yang baik hati dalam Injil Lukas 10:25-37.
Pada tingkat dua dialog ini, Pola Pertemuan delapan Langkah di atas dapat digunakan, yaitu olah otak, olah rasa at home SVD, olah aksi, olah program, olah implementasi program, olah monitor pelaksanaan program, olah evaluasi pelaksanaan program, olah revisi program bila perlu untuk tujuan mencapai komunitas model atau komunitas contoh bagi komunitas lain.
Mengapa kedua level dialog atau pertemuan ini penting dan secara tetap harus ada dalam tatakelola personal, sosial dalam Komunitas Kita?
Karena kita masing-masing baik sebagai anggota maupun sebagai pimpinan bersama team/dewan, tidak tahu gerak hidup setiap individu atau anggota dari bangun pagi sampai tidur, dan dari tidur sampai bangun pagi lagi pada hari berikutnya.
Apakah setiap anggota berpikir, berperasaan, bertindak, untuk kebaikan bersama komunitas SVD? Kita tidak tahu.
Hanya melalui dialog atau pertemuan teratur pada dua level ini, kita dapat memiliki kekuatan untuk saling menyelamatkan. Pertemuan di dua level ini adalah memiliki makna pelayanan lewat dan dalam pertemuan.
Karena inilah cara tatakelola pribadi dan sosial untuk mencapai tujuan bersama. Inilah cara untuk mengurangi eror pribadi dan eror sosial. Inilah cara untuk menyelamatkan diri dan menyelamatkan anggota SVD dalam komunitas. Inilah cara untuk menghindari anggota komunitas jatuh hancur berantakan dulu baru nanti kita saling mempersalahkan satu dengan yang lain.
Apa Pendasaran Teoritisnya?
Pendasaran refleksi teoritisnya adalah bahwa kita masing-masing memiliki potensi berpikir dan berbicara dan bertindak secara baik.
Tetapi di sisi lain Kita juga memiliki peluang yang luarbiasa untuk berpikir, berkata, dan bertindak yang buruk.
Dua kekuatan ini ada dan berdiam secara aman di dalam diri kita. Dua kekuatan ini ada di dalam diri pribadi dan diri sosial kita, bagaikan pisau bermata dua. Diri kita bisa mempertajam sisi baik dalam kata, pikir, aksi secara personal dan sosial, tetapi juga dapat menjadi sisi tajam cara pikir, kata, tindakan yang menghancurkan diri personal dan sosial dalam komunitas kita.
Pesan bagi kita adalah kita semestinya sadar penuh atas dua kekuatan yang ada di dalam diri kita, dan sebagai aksinya, kita harus memaksimalkan aspek baik secara pribadi maupun secara sosial dalam komunitas dan pada saat yang sama kita sadar mematikan kekuatan buruk dalam tubuh personal maupun di dalam tubuh sosial komunitas kita.
Dua aspek ini, kekuatan jahat yang mematikan dan kekuatan baik yang menghidupkan ini, bagi Psikolog Freud, ada di dalam diri kita, bagaikan dua sisi mata uang logam, satu kesatuan, yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Psikolog Freud menyebutnya kekuatan yang mematikan dan kekuatan yang menghidupkan itu dengan dua kata yaitu tanathos dan eros yang ada di dalam diri setiap pribadi manusia.
Para konfraters dan bruders, pada bagian akhir rekoleksi ini, saya juga mau merangkum dimensi pertobatan dalam seluruh proses rekoleksi ini dengan pertanyaan refleksi selama masa hening kita mulai sore ini sampai besok sesudah misa pagi.
Apa arti Pertobatan bagi kita dalam rekoleksi ini, secara khusus bagi kita di dalam komunitas kita?
Setelah kita mengikuti rekoleksi ini, bagi kita, tobat berarti meninggal cara hidup lama menuju cara hidup baru, melalui Delapan (8) dimensi tobat sebagai berikut:
1. Bertobat berarti meninggalkan cara berpikir lama yang jauh dari Kitab Suci, Konstitusi, Hand Book for Superior, Kapitel Jenderal, Kapitel Propinsi, Kapitel Rumah dan dokumen resmi Gereja dalam hal ini secara khusus Ensiklik Fratelli Tuti lalu, kembali menuju cara berpikir baru menurut Kitab Suci, Handbook For Superiors, Konstitusi SVD, Kapitel General, Kapitel Provinsi, dan Kapitel Rumah dan Dokumen Gereja secara khusus Ensiklik Fratelli Tuti. Bertobat berarti meninggalkan masa bodoh untuk olah Otak menuju selalu semangat olah atak agar tetap segar sepanjang zaman.
2. Bertobat berarti meninggalkan Perasaan yang lama yang jauh dari Kitab Suci, Handbook for Superiors, Konstitusi SVD, Kapitel General, Kapitel provinsi, Kapitel Rumah, ensiklik Fratelli Tuti, lalu kembali menuju kepada perasaan baru yaitu rasa at home Komunitas SVD, yang berakar pada Kitab Suci, Handbook for Superiors, Konstitusi SVD, Kapitel Jenderal, Kapitel Provinsi, dan Kapitel Rumah dan Dokumen Gereja secara khusus Ensiklik Fratelli Tuti. Bertobat berarti meninggalkan Olah Rasa at house dalam komunitas SVD menuju Olah Rasa At Home dalam komunitas SVD.
3. Bertobat berarti meninggalkan cara bertindak lama menuju cara bertindak baru yang berakar dalam Kitab Suci /Sabda Allah, Handbook for Superiors, Konstitusi SVD, Kapitel Jenderal, Kapitel Provinsi, dan Kapitel Rumah serta dokumen Gereja secara khusus Fratelli Tuti. Bertobat berarti meninggalkan Olah Aksi yang tak beraturan menuju olah aksi yang beraturan berdasarkan dokumen resmi SVD, Gereja Katolik, dan hukum sipil Internasional dan Nasional.
4. Bertobat berarti meninggalkan cara hidup berkomunitas yang tanpa program menuju cara hidup yang memiliki program (Harian, Mingguan, Bulanan, Tahunan) sebagai implementasi secara nyata terukur dari hidup yang berakar dari Sabda Allah atau Kitab Suci, Handbook for Superiors, Konstitusi SVD, Kapitel General, Kapitel Propinsi, dan Kapitel Rumah, dan dokumen resmi Gereja dalam hal ini Fratelli Tuti.
5. Bertobat berarti meninggalkan cara hidup lama menuju cara hidup baru berdasarkan bagaimana implementasi atau pelaksanaan program bagi semua anggota komunitas baik pemimpin maupun anggota yang memiliki kesetaraan di hadapan hukum sipil, hukum gereja katolik, hukum SVD. Bertobat berarti semua berkedudukan sama di depan hukum. Hukum atau aturan adalah panglima tertinggi bagi semua.
6. Bertobat berarti meninggalkan cara hidup lama tanpa jadwal monitor atas implementasi/pelaksanaan program (Harian, Mingguan, Bulanan, Tahunan), menuju cara hidup baru yang beragenda untuk memonitor setiap implementasi program (Harian, Mingguan, Bulanan, Tahunan) dalam komunitas SVD.
7. Bertobat berarti meninggalkan cara hidup lama tanpa jadwal evaluasi atas implementasi program (Harian, Mingguan, Bulanan, Tahunan) menuju cara hidup baru yang memiliki jadwal tetap untuk mengevaluasi setiap implementasi program dalam hidup bersama sebagai komunitas SVD.
8. Bertobat berarti meninggalkan cara hidup lama tanpa revisi atas kekurangan implementasi program (Harian, Mingguan, Bulanan, Tahunan) menuju cara hidup baru yang berinisiatif dan proaktif dalam merevisi program untuk mencapai komunitas model atau komunitas contoh bagi komunitas lain. ***
***Tuhan memberkati Kita semua. Selamat merefleksikan. Mari kita tutup dengan lagu penutup. Sebuah lagu tobat. ***.