*P.Benediktus Bere Mali,SVD*
Renungan Misa Hari Minggu Palma, 28 Maret 2021. Tahun B.
Yes 50:4-7
Mzm. 22:8-9.17-18a.19-20.23-24; Ul"2a
Flp. 2:6-11.
Mrk. 15:1-39
Politik identitas adalah cara paling mudah untuk meraih kuasa dalam dunia perpolitikan. Kelompok mayoritas Suku, bahasa, agama, asal, adalah lahan empuk bagi seorang calon legislatif dan eksekutif untuk dapat memakai politik identitas dalam kompetisi politik untuk dapat dengan mudah meraih kuasa dan harta bagi dirinya dan bagi pendukungnya berbasis politik identitas. Dalam kompetisi semacam ini hasil akhirnya adalah soal kalah dan memang dan sudah pasti bahwa yang menang adalah calon dari kelompok mayoritas sedangkan kualitas kelompok minoritas sudah pasti mengalami kekalahan. Politik identitas kelompok mayoritas dimainkan oleh team sukses calon eksekutif maupun legislatif semakin mengokohkan kelompok mayoritas dan pada saat yang sama, team sukses membuat kelompok minoritas tidak berdaya dalam bersaing di dunia perpolitikan untuk sebuah kekuasaan dan harta yang bersifat sangat temporal, tidak eternal.
Bangsa Yahudi dan Agama Yahudi sedang berada dalam penjajahan bangsa Roma. Orang Yahudi memiliki identitas utama yaitu Bait Allah Yerusalem adalah tempat doa kepada Yahweh sebagai Allah Esa bagi mereka. Penjajah Roma mengakui dua identitas ini tetapi pada saat yang sama penjajah Roma itu tetap mengontrol semua aktifitas di dalam lingkungan Bait Allah.
Yesus sebagai seorang bangsa Yahudi datang bukan untuk menghapus atau melawan identitas agama bangsa leluhur-Nya. Tetapi Yesus datang dan berkarya serta melakukan Mukjizat untuk menyempurnakan identitas bangsa Yahudi secara nyata.
Bagi Yesus Bait Allah Yerusalem menjadi tempat doa bagi bangsa Yahudi dan bangsa-bangsa lain karena bagi Yesus Yahweh adalah Allah semua bangsa bukan hanya Allah orang Yahudi.
Tetapi orang Yahudi berprinsip YAHWEH adalah hanya Allah mereka bukan Allah orang lain. Bagi Yesus YAHWEH itu telah menjadi manusia dalam diri-Nya sendiri, dan Yesus adalah Allah, tetapi bagi orang Yahudi Yesus menghujat Allah.
Yesus adalah Bait Allah yang hidup dan Yesus adalah YAHWEH yang menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Bagi Yesus, inilah yang dimaksudkan dengan Yesus ada dan hadir di antara orang Yahudi untuk menyempurnakan identitas bangsa Yahudi yang berpusat pada Bait Allah sebagai pusat sembah YAHWEH, monoteisme iman bangsa Yahudi, kepercayaan serta pengalaman akan YAHWEH dalam hidup bangsa Yahudi.
Tetapi orang Yahudi yang anti-Yesus, menggunakan politik identitasnya yang berpusat pada monoteisme, menuduh Yesus sebagai penghujat Allah dan karena alasan itulah Yesus mengalami kisah sengsara, disalibkan, dimakamkan seperti di dalam Injil Markus hari ini.
Yesus komitmen bahwa Ia datang untuk menyempurnakan identitas bangsa Yahudi yaitu bangsa-Nya sendiri. Dan hal ini bukan dari diri-Nya sendiri tetapi atas kehendak YAHWEH yaitu Allah Bapa-Nya sendiri. Yesus berani menampilkan diri dalam menyempurnakan identitas bangsa Yahudi. Yesus tampil siap menerima semua halangan tantangan hambatan dan gangguan bahkan penderitaan di Salib dan kematian dalam tangan bangsa-Nya sendiri untuk menyempurnakan identitas bangsa-Nya sendiri. Yesus tampil sebagai seorang Hamba yang tidak mengeluh sedikitpun dalam mengalami siksaan di tangan bangsa-Nya sendiri untuk menyempurnakan identitas bangsa Yahudi.
Bacaan Pertama secara jelas mengokohkan bahwa sang hamba yang menderita itu tidak menyembunyikan muka ketika dinodai, karena hamba itu tahu bahwa hamba tidak akan mendapat malu. Hamba itu meneguhkan hatinya seperti teguhnya gunung batu karena hamba itu tahu bahwa hamba itu tidak akan mendapat malu. Karena Tuhan menyertai hamba itu.
Bacaan Kedua, menampilkan spiritualitas hamba dalam diri Yesus dalam menyempurnakan identitas bangsa Yahudi. Yesus mengosongkan diri-Nya, merendahkan diri secara tuntas dan taat kepada Allah sampai mati, bahkan sampai mati di kayu Salib.
Yesus menyempurnakan identitas bangsa-Nya sendiri tetapi bangsa-Nya sendiri merasa mapan dengan identitas orde lama yang telah ternoda oleh korupsi, kolusi serta nepotisme.
Bait Allah digunakan sebagai tempat perdagangan untuk mencari keuntungan bagi dirinya dengan mengorbankan umatnya sendiri. Misalnya Yesus marah dan membalikan meja perdagangan di sekitar Bait Allah menjelang paskah Yahudi karena pertentangan nilai kejujuran dan ketulusan yang diperjuangkan Yesus dalam penjualan binatang kurban paskah dan tukar mata uang asing di Bait Allah telah diwarnai oleh manipulasi jabatan imam Yahudi dalam kerja sama dengan kontrol penjajahan Roma untuk mencari keuntungan bagi diri dan mengorbankan Umat sederhana.
Orang orang Yahudi memperalat Agamanya untuk mencari keuntungan diri semata. Yesus memperjuangkan bahwa Bait Allah yang sesungguhnya untuk doa semua bangsa yang datang ke Bait Allah pada Hari Raya paskah Yahudi untuk sebuah perayaan ingatan dan kenangan akan kemerdekaan dari penjajahan Mesir.
Ingatan beda dengan kenangan. Ingatan lebih pada persolan kemanusiaan yang terdapat dalam peristiwa pembebasan dari penjajahan Mesir. Sedangkan kenangan lebih pada kemerdekaan itu yang lebih pada adanya karya Roh Kudus dan semangat dan kekuatan dari dalam diri untuk mengalami kemerdekaan itu.
Kenangan lebih pada keterlibatan Allah sebagai penyelamat dan ditanggapi secara psikologis bahwa setiap orang yang mau bebas dari penjajahan senantiasa berjuang tanpa lelah melewati proses menuju kemerdekaan seutuhnya sebagai orang beriman dan dengan perjuangan manusiawi secara total.
Perayaan Minggu Palma adalah ingatan akan persoalan kemanusiaan yang diperjuangkan Yesus yaitu Yesus menyempurnakan identitas bangsa Yahudi dalam usianya 33 Tahun. Tetapi para senior dan sesepuh bangsa Yahudi tidak menerima bahkan menyalibkan-Nya sampai mati.
Perayaan Minggu Palma ini adalah Kenangan akan Yesus yang adalah YAHWEH yang menjadi manusia dan tinggal di antara kita, bekerja untuk keselamatan begitu banyak orang, bukan untuk kepentingan diri sendiri saja. Yesus bekerja sampai mati di Salib.
Perayaan Hari Minggu Palem adalah perayaan Kenangan akan misteri Allah yang telah menjadi manusia dalam diri Yesus adalah Allah yang hidup di antara kita, komitmen pada tugas perutusan-Nya sampai mati di Salib. ***