Oies dan Kucing Katolik

Oies dan Tirol, dua nama itu untuk pertama kalinya akrab di pendengaranku ketika tahun 1994 aku menginjakkan kakiku di bukit Kuwu-Ruteng, untuk menjalankan tahun novisiat SVD. Bahkan teringat waktu itu, ada satu kelompok olahraga pada event “family feast” yang di berinama “TIROL” (Titi Rontok langsung Lako”). “Lako” dalam bahasa Manggarai artinya; jalan. Satu spirit yang dihidupi anggota kelompok ini bahwa setiap pertandingan (babak pengisian) adalah final, karena itu harus memenangkan pertandingan itu, dengan semboyan “titik, rontokkan dan langsung lako (jalan, tinggalkan kelompok yang kalah) sebagai tanda kemenangan. Tatapi ketika toh kelompok ini menderita kekalahan, hamper pada setiap pertandiangan, kelompok lain mempletisir kelompok TIROL dengan ; Titi, Rontok, langsung Loyoh. Asyik huga ya…he…..


Oies dan Tirol, dua nama yang dapat dipisah-lepaskan dari Yosep Freinademetz, figur misionaris misionaris perdana SVD ke Cina daratan, yang di kirim langsung oleh Arnold Jasen dari rumah misi Steyl-Belanda. Itulah Josep Freinademetz, atau si Ujop, nama pangilannya di kampung Oies. Satu kampung nan indah di perbukitan wilayah Alta Badia, yang selalu diselimuti putihnya salju manakala musim dingin tiba.



Kala itu, 10 Maret 2007, bersama 7 teman lainnya (4 Indonesia, 2 India, 1 Polandia, 1 Filipina, 1 Slowakia), kami sekelompok student dari Collegio Verbo Divino-Roma membuat satu ziarah ke rumah, tanah kelahiran Santo Freinademetz. Perjalanan dari Roma ke Oies menempuh jarak sekitar 600 km lebih. Kerinduan untuk mengijakkan kaki di tanah kelahiran dan berdiam di rumah kediaman seorang santo, tidak membuat kami merasa lelah. Di Verona, Pater Romanno Gentili, SVD bersama dua missionari muda (P. Agus Anunut dan P. Damianus Rya Pai, SVD) telah menati kedatangan kami. Dan bersama mereka kami menuju Oies. Ketika memauski wilayah Tiro Selatan dan melewati pelbagai jalan menanjak menuju Oies, suasana indah, tenang, sunyi dan damai bagaikan kata-kata “sapaan” menyambut semua yang berdatangan ke sana. Oies, kampung kecil yang sekarang hanya empat rumah, terletak di ketinggian bukit “Alta Badia”, yang darinya kita mengarahkan pandangan ke seluruh lembah dan perbukitan lain. Di situalah keseharian hidup Ujop Freinademetz.



Berdiam selama tiga hari di Oeis, cuman satu keluarga yang kita bisa jumpai, persis di depan rumahnya si Ujop, yang juga adalah famili dari Ujop. Kala itu kami berkenalan dengan tiga bersaudara ; Marta (4 thn), Andrea (9 thn), Samuele (11 thn): tiga bersaudara penghuni bukit Oies. Ketika melihat kedatangan kami, si Andrea bertanya, “Apakah kalian dari Cina”?. Ya…. Cina…. nama yang mendunia lantaran ekonomi yang melaju; tapi, “tidak” bagi ketiga bocah Oies ini. Mereka hanya tahu Cina, karena sang Ujop adalah misionaris perdana SVD yang di utus ke Cina. Ketiga bocah bersaudara itu tahu “Cina” karena seringnya banyak peziarah (dari Cina) yang berdatangan ke Oies. Oies dan Cina kini menjadi dekat, berpadu dalam Ujop, dan mungkin bagi semua orang Katolik di Alta Badia dan Tirol Selatan.





Ada satu pengalaman menarik bersama ketiga bocah Oies. Ketika pada suatu sore, kami sedang bermain bola kaki bersama mereka (Andrea, Samule) di depan rumah Freinademetz, kami di kejutkan oleh satu berita kematian. Si Martha (saudari Samuele e Andrea) memanggil kedua saudaranya dan memberitahukan bahwa “sahabat mereka”, kucing, ditemukan mati, persis di belakang rumah Freinademetz. Satu kesedihan yang amat mendalam, yang belum pernah saya lihat kalau binatang kesayangan itu mati. Andrea dan Samule meninggalkan area permainan. PErmainan kami otomatis stop. Kami dibubarkan oleh berita kematian kucing. Yang menariknya adalah bahwa ketiganya menempatkan kucing mati itu dalam sebuak kotak dan mereka mengarak “janazah” kucing dalam sebuah prosesi, layaknya seorang anak manusia Katolik. Di depan mereka, si kecil Marta memegang lilin bernyala, si Andrea memegang salib dan si Samuele memikul kucing mati dalamsatu kotak. Mereka berdoa, menguburkan kucing dan memasang salib dan lilin bernyala di atas kubur kucing. Seusai upacara penguburan kucing, seorang teman menanyakan, “Mengapa kalian menguburkan kucing secara Katolik”? Si Andrea menjawab, “dia adalah kucing Katolik, karena kucing ini di temukan mati di belakang rumah Santo Yosef Freinademetz”. Kata-kata yang mengalir dari bibir seroang bocah di Oies ini sesungghunya keluar dari satu kesadaran paling original seorang bocah akan pengaruh sang Yosef Freinademetz.



Oies dan spirit Freinademetz, bagi ke tiga bocah yang lahir di tahun 2002, 1999, 1992 , jauh dari rentang masa hidup Josef Freinademetz di tempat yang sama, menerbitkan satu kesadaran akan ke-santo-an Freinademetz. Mereka hanya tahu bahwa Freinademetz adalah Santo yang pernah menjalankan misi di Cina. Keyakinan akan figur santo membentuk seluruh cakupan pikiran dan hidupnya sebagai sebuah dinamisme kerohanian yang mendalam. Originalitas perkataannya membangkitkan satu refleksi mendalam bagi kita pengikut si Ujop dari Oies.

Selamat merayakan Pesta 100 thn kematian St. Yosef Freinademetz

salam
Bernard Hayon