Homili Jumat 15 Februari 2013



PEMBIARAN  AMORAL, BOLEHKAH?

Yes 58 : 1 – 9a; Mat 9 : 14 – 15
Homili Jumat 15 Februari 2013
Dari SOverdi Surabaya Untuk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Beberapa waktu lalu saya bekerja di sebuah daerah yang cukup unik. Kekhususan daerah itu terletak di dalam hal ini. Orang tua tidak pernah menegur anaknya yang berlaku tidak baik dan tidak benar menurut pola pamahaman saya. Demikian juga anak tidak pernah menegur kedua orang tuanya yang berlaku tidak baik dan tidak benar dalam pemahaman saya. Baik anak dan orang tua hidup tanpa saling koreksi yang membangun ke arah yang lebih di dalam freim etika global yang diterima masyarakat global di seluruh dunia. 

Yang membuat saya agak tenang mengamati yang tidak benar dan tidak baik itu adalah, soal pemahaman mereka. Pemahaman saya berbeda dengan pemahaman mereka. Pemahaman kami perlu disamakan untuk menganut sebuah etika global yang berlaku umum langgar batas. Untuk itu pendidikan etika global dilaksanakan agar dapat mencapai sebuah pemahan bersama tentang etika global yang menjadi jantung hidup bersama bagi setiap orang di mana saja mereka berada, termasuk saya dan mereka.

Nah ketika semua tahu tentang yang baik dan benar, tetapi hidup tidak baik dan tidak benar, maka seorang yang dipanggil menjadi Katolik menampilkan identitas dirinya dalam bersikap. Sikap itu adalah menampilkan peran kenabiannya di dalam hidup bersama.


Nabi Yesaya bernubuat : “Serukanlah kuat-kuat, janganlah tahan-tahan! Nyaringkanlah suaramu bagaikan sangkakala, beritahukanlah kepada umat-Ku pelanggaran mereka, dan kepada kaum keturunan Yakub dosa mereka!”  Nubuat ini membawa sebuah ketegasan bahwa seorang yang terpanggil sebagai pengikut Tuhan semestinya menampilkan peran kenabiannya di dalam hidup bersama. Mengatakan yang benar adalah benar. Mengatakan yang salah adalah salah. Untuk kebaikan dan kebenaran bersama. Bukan untuk kebaikan dan kebenaran diri sendiri. Kebaikan dan kebenaran yang dikatakan itu dilaksanakan  di dalam perilaku yang baik dan benar sehingga ada keseimbangan antara kata dan perbuatan.

Ada banyak hal yang tidak benar dan tidak baik yang terjadi di sekitar kita di dalam kehidupan bersama entah itu di dalam kehidupan berkomunitas keluarga ataupun di dalam komunitas pastoran, komunitas biarawan/biarawati ataupun di dalam kehidupan bermasyarakat dan kehidupan umat pada umumnya.

Melihat dan menyaksikan semua yang tidak baik dan tidak benar itu ada berbagai pikiran yang muncul di dalam diri kita. Kita mau menegur tetapi kita pun bukan orang yang paling sempurna. Kita mau berteriak tentang yang tidak baik dan tidak benar itu tetapi kita takut menanggung resikonya. Kita mau menulis tentang yang tidak benar dan tidak baik yang sedang terjadi tetapi kita takut dimusuhi dan masih banyak keraguan yang ada di dalam diri kita untuk menampilkan peran kenabian kita di dalam panggilan hidup sebagai pengikut Kristus.
Seringkali kita mengatakan bahwa kita sabar saja karena kepemimpinan hanya temporal. Maka ketika pemimpin melakukan yang tidak baik dan tidak benar, kita cenderung diam saja walaupun kita tahu secara persis akar persoalannya.
Kalau demikian kita masih dituntun oleh paradigm berpikir yang tidak dikehendaki banyak orang yang berhati nurani : “Pembiaran Amoral”. Seorang pengikut sejati Tuhan Yesus semestinya berprinsip pada Nubuat Yesaya dalam bersikap terhadap amoral yang ada di depan mata: “Serukanlah kuat-kuat, janganlah tahan-tahan! Nyaringkanlah suaramu bagaikan sangkakala, beritahukanlah kepada umat-Ku pelanggaran mereka…”