Homili Selasa 22 Januari 2013



ATURAN DAN KEMANUSIAAN
Homili Selasa 22 Januari 2013
Ibr 6 : 10 – 20
Mrk 2 : 23 – 28

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Di sebuah asrama, terjadi persoalan yang kurang diinginkan oleh para anak asrama karena pembuat aturan dalam hal ini pemimpin menerapkan aturan yang pelaksanaannya tidak masuk akal dan tidak kontekstual.
Ada kegiatan bersama yang sudah direncanakan bersama untuk dilaksanakan. Kegiatan itu adalah setiap angkatan atau tingkat mengadakan rekreasi angkatan atau tingkat. Kendaraan yang ada di asrama itu dapat digunakan untuk melaksanakan rekreasi. Tetapi pada hari H, sebuah angkatan tidak diberikan mobil untuk digunakan pergi rekreasi tanpa alasan yang masuk akal. Pemimpin asrama itu mempunyai kejengkelan terhadap salah seorang dari angkatan yang bersangkutan. Ungkapan kejengkelan itu lewat tidak memberikan kendaraan asrama kepada angkatan itu untuk pergi rekreasi. Kemudain semua angkatan itu marah karena rencana mereka digagalkan. Kendaraan tidak diberikan kepada mereka untuk rekreasi.
Angkatan itu marah pada pimpinan asrama. Ungkapan kemarahan adalah mereka menggunakan uang yang dikumpulkan itu membeli anakan pisang lalu menanam pisang di kebun asrama. Pisang yang mereka tanam itu mereka berinama PISANG KEMARAHAN. Lebih baik alirkan kemarahan dengan menanam pisang daripada memukul pimpinan asrama.
Injil hari ini menampilkan dua paradigma yang berbeda tentang aturan khususnya tentang Hari Sabat. Orang-orang Farisi memandang aturan itu subyek sedang manusia itu obyek. Prinsip mereka adalah manusia untuk aturan. Sebaliknya Yesus berpandangan berbeda dengan orang-orang Farisi. Manusia adalah subyek atas aturan. Prinsip Yesus adalah aturan untuk manusia. Aturan membuat manusia semakin berkemanusiaan. Bukan aturan menindas manusia sehingga menodai kemanusiaannya.
Ketika orang Farisi melarang para muridNya yang memetik bulir gandum pada hari Sabat dengan tujuan untuk makanan mereka demi mempertahankan hidup mereka, Yesus bersabda kepada mereka : “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari sabat. Jadi Anak Manusia adalah Tuhan, juga atas hari sabat”. Hal ini membenarkan apa yang dikatakan dalam Perjanjian Lama.”Ketika Daud dan Para penggiringnya kekurangan dan kelaparan, Daud Masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Agung lalu makan sajian yang tidak boleh di makan kecuali oleh imam-imam. Sajian itu diberikan juga kepada pengikut-pengikutnya yang kekurangan dan kelaparan. Contoh ini adalah lawan aturan untuk hidup manusia. Bukan taat aturan yang membiarkan kematian terjadi.
Kita membuat banyak aturan prosedural dalam kehidupan bersama baik di dalam kehidupan sipil maupun di dalam lembaga-lembaga religius. Aturan-aturan itu dibuat untuk kita manusia semakin menampilkan kemanusiaan kita. Bukan aturan itu dibuat hanya untuk pembuat pembuat aturan sejahtera tetapi menyengsarakan rakyat di daerah periferi. Aturan atau undang-undang yang dibuat harus mengantar semua orang baik pemimpin maupun rakyatnya kepada kesejahteran yang adil dan merata.