Homili Selasa 19 Februari 2013



KORUPTOR BERDOA BAPA KAMI
Homili Selasa 19 Februari 201
Yes 55 : 10 – 11; Mat 6 : 7 – 153

P. BENEDIKTUS BERE MALI, SVD

Seorang Pejabat di pucuk pemerintahan atau Partai atau dalam  institusi pemerintahan maupun di dalam kehidupan religius, terpilih menjadi pemimpin karena pemilih melihat bahwa yang terpilih memiliki kualitas kepala dan dada atau otak dan hati yang baik untuk memimpin dengan baik dan benar seperti yang ada di dalam harapan pemilih untuk kepentingan dan kebaikan bersama.

Kenyataan di lapangan terbalik. Koran dan televisi serta internet hampir setiap hari mempublikasikan  para koruptor di dalam organisasi kepartaian maupun di dalam institusi pemerintahan. Jarang sekali ditemukan pemimpin yang paling jujur dan paling baik di dalam Partai dan institusi pemerintahan yang dipublikasikan secara besar-besaran untuk menjadi contoh yang patut ditiru oleh banyak orang di dalam kehidupan bersama.

Melihat realitas demikian menuntun saya untuk melahirkan pertanyaan ini. Mengapa  banyak koruptor di tanah air tetapi sedikit orang yang duduk di posisi-posisi sentral bekerja dan melayani masyarakat dengan jujur untuk kebaikan bersama? Karena sadar atau tidak sadara, banyak orang di tanah air khususnya para koruptor dikuasai dengan sistem berpikir yang mengatakan bahwa “Klepto Ergo Sum” yang artinya “saya mencuri maka saya ada”. Klepto Ergo Sum  itu sudah menjadi sistem berpikir yang menggerakkan pribadi pencuri menampilkan diri dengan kegiatan mencuri yang bukan menjadi miliknya atau mencuri yang menjadi milik rakyat yang harus digunakan untuk kepentingan rakyat, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi pencuri.

Pencuri adalah orang yang kaya. Pencuri adalah orang yang menempati urutan – urutan pertama di dalam kursi kekuasaan kepartaian dan institusi pemerintahan. Sebetulnya tidak ada alasan untuk mengambil uang orang lain untuk dirinya karena kebutuhannya sudah tercukupi dari hasil kerjaannya. Hanya ketamakan saja yang bisa menjadi alasan mereka mencuri uang rakyat. Hanya selalu dikuasai oleh paradigma “selalu merasa tidak puas dan tidak cukup” dengan harta kekayaannya yang membuka pintu hatinya bagi Iblis yang dengan senyum mendorong koruptor mencuri uang yang bukan miliknya.

Kalau ditilik dari sisi spiritualitas berdasarkan Doa Bapa Kami yang hampir setiap hari didoakan, maka koruptor adalah orang yang paling tidak menjalankan isi doa Bapa Kami di dalam hidupnya. Tuhan sudah memberikan makanan, minuman, pakaian, singkatnya memberikan yang dibutuhkan secara cukup bagi manusia. Tuhan begitu indah menciptakan segala sesuatu untuk kebutuhan manusia secara cukup, tidak kurang dan tidak lebih.

Tuhan menghendaki agar setiap orang diberi cukup kebutuhannya itu, kelebihannya yang dia dapat dari kerja dan usaha yang jujur, diberikan kepada yang masih kurang kebutuhannya, agar mereka yang kurang kebutuhannya beralih dari kekurangan kebututuhan menuju posisi memperoleh kebutuhan yang cukup. Dengan demikian spiritualitas aliran rahmat itu terus mengalir dari Tuhan kepada manusia tanpa disumbat oleh egoisme manusia.  Setiap manusia yang menerima rahmat secara lebih lancar terus mengalirkannya kepada sesama manusia yang berkekurangan sehingga yang berkekurangan pun mengalami kecukupan akan kebutuhan sesuai yang didoakan Tuhan Yesus dalam doa Bapa Kamia, “berikanlah kami makanan yang secukupnya”.