Sumber Refleksi Pribadi
Ibr. 11:1-2.8-19
Mark.4:35-41
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*
Dalam dunia psikologi konseling dikenal "4P" dari setiap kasus yang muncul yang disampaikan konseli kepada konselor di ruang konseling. Konselor dan konseli berjalan bersama berziarah ke dalam ruang kasus konseli dengan tujuan untuk sembuh dari sakit psikologis konseli.
P yang pertama adalah predisposisi konseli baik yang positif maupun negatif yang dari luar diri maupun di dalam diri konseli. Konseli dan konselor berjalan bersama mengelaborasinya untuk menemukan yang menjadi pemicu utama kasus psikologis konseli. Konselor dan konseli setuju untuk elaborasi ini sesuai surat persetujuan konseli di tahap awal konseling di ruang konseling.
Setelah cukup mendalam berjalan bersama dalam tahap elaborasi predisposisi dan sudah cukup alasan memahami dan mengerti predisposisi kasus maka atas persetujuan konseli, konselor mendampingi konseli ke P yang kedua yaitu precipitating atau pemicu yang memuntahkan kasus konseli yang sebelumnya masih tertidur sembunyi di dalam ruang hati rasa dan pemikiran konseli ke permukaan publik baik di level keluarga, komunitas maupun masyarakat, sampai konseli kewalahan untuk mengaturnya dalam menurunkan level atau derajat kasusnya dari ruang publik kembali ke ruang privacy. Pemicu atau precipitating ini ditemukan Konselor berdasarkan persetujuan konseli dalam mengelaborasinya sedalam-dalamnya untuk menemukan akar penyebab utama yang melindungi kasus konseli terus berkembang dalam ruang aksi, rasa dan akal konseli. Setelah konselor dan konseli mengerti betul pemicu dan dengan alasan yang memadai, berdasarkan persetujuan konseli, konselor memandu konseli ke tahap berikut dalam ruang konseling.
P yang berikut yaitu p yang ketiga yaitu perpetuating atau mengabadikan kasus terus hidup dalam diri konseli lewat ekspresi aksi yang tidak biasa yang dapat diukur, rasa yang tidak biasa, dan pikiran yang agak lain yang mengganggu dirinya. Pada dasarnya hal utama yang menjadi perpetuating kasus adalah pikirannya yang tidak biasa, yang tersembunyi tetapi dapat diukur dari ekspresi tindakan dalam kata dan tampilan tubuh fisik konseli yang terkoneksi langsung dengan rasa emosi tidak biasa konseli di depan publik maupun di ruang privacy.
Setelah konseli paham perpetuating kasusnya berkat penjelasan konselor, atas persetujuan konseli, konseling menuju ke tahap berikut.
P berikut atau p yang keempat adalah protecting atau pelindung yang membungkus dan melindungi secara rapi kasus konseli dan dengan persetujuan konseli, konselor buka agar pelindung kasus menjadi jelas di depan indera mata budi konseli dan Konselor. Pelindung itu bisa positif dan negatif yang ditampilkan di publik lewat aksi-rasa-akal dari konseli.
Dengan tahap ini konseli dan konselor semakin menemukan jalan terang menemukan akar penyebab utama kasus konseli dan dengan demikian arah proses penyembuhan semakin jelas bagi konseli maupun konselor. Pemahaman ini membantu Konselor menemukan treatment effektif pada konseli untuk mengadres soal konseli. Untuk treatment ini pun perlu ada persetujuan konseli setelah konseli mengerti karena konselor memberi penjelasan yang sangat baik kepada konseli.
Pelindung Positif menjadi kekuatan positif konseli untuk menolong diri sendiri untuk sembuh dari sakit psikologisnya. Sedangkan pelindung negatif adalah kekuatan negatif di dalam diri yang terus menerus menumbuhkan dan mendukung berkembangnya kasus konseli baik di level rasa-akal-aksi yang ketiganya saling berhubungan.
Konselor dan konseli memanfaatkan kekuatan Positif di dalam diri konseli untuk menolong dirinya sendiri agar sembuh dari sakit. Kekuatan Positif konseli ini menjadi titik Awal proses treatment yang diawali dengan daftar soal utama konseli yang mau disembuhkan dalam ruang konseling. Kekuatan positif konseli ini ditemukan oleh konseli yang didampingi konselor. Konseli sadar bahwa dia dapat menolong dirinya sendiri atau dia dapat menyembuhkan dirinya sendiri dengan pendampingan konselor di ruang konselor.
Dengan kekuatan positif konseli ini proses penyembuhan di ruang konseling dapat berjalan dengan baik. Selama konseli belum tahu kekuatan positif di dalam dirinya, konselor memandu konseli untuk menemukannya karena dengan itulah konseli dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Konselor elaborasi literature terkini tentang intervensi effektif untuk menyembuhkan konseli atas persetujuan konseli dan konseli sendiri melaksanakan intervensi effektif itu.
Ada berbagai kasus yang kita baca dalam diri para murid Yesus dalam Injil. Kasus-kasus itu dapat dilihat dari berbagai sisi dan menggunakan berbagai pendekatan untuk mengurangi kasus itu atau bahkan sampai menyembuhkannya. Salah satu pendekatan untuk melihat kasus-kasus itu adalah melihat kasus dari segi psikologis konseling.
Salah satu kasus dalam bacaan Injil hari ini adalah ketakutan dan kepanikan para murid Yesus di tengah mengamuknya taufan, air sedang memenuhi perahu yang mereka tumpangi, sehingga jalan menuju tenggelamnya perahu semakin mendekati pintu maut, sementara Sang Guru mereka, Yesus tidur tenang. Aneh bukan? Ya jelas..... anehlah.
Di tengah ketakutan dan kepanikan para murid ko.... Sang Guru tidur tenang di tengah mengamuknya taufan, air penuh, nyaris tenggelam, sementara para murid berjuang mengendalikan perahu tidak tenggelam. Para murid tidak mau bersama Sang Guru mereka mati di tengah pelayaran untuk tujuan mulia melayani umat dan mewartakan Injil kepada manusia. Para murid bersama Sang Guru mau menyelamatkan diri dan menyelamatkan orang yang mereka layani. Mengamuknya taufan yang mendorong air memenuhi perahu menciptakan ketakutan dan kepanikan rasa dan budi berdampak aksi selamatkan diri dari amukan alam, membuat mereka berani menegur Sang Guru untuk tidak tidur. Guru harus dibagunkan agar buat sesuatu, katakan sesuatu, agar bisa selamat bersama. Kekuatan para murid sudah habis. Protecting satu-satunya adalah Yesus Sang Guru. Kekuatan team satu-satunya ada di tangan Pemimpin mereka. Kekuatan itulah akhirnya menyelamatkan mereka. Yesus bangun ikut arahan para murid. Yesus bersabda kepada amukan alam itu, "DIAM!TENANGLAH!" Alam Taat pada Tuhan Yesus Raja Semesta Alam. Alam tenang. Para murid Tenang dalam Tuhan Yesus.
Semua kepanikan dan ketakutan hilang seketika. Soal fisik dan psikologis pun sembuh seketika. Suburlah sudah kehidupan spiritual para murid bersama Tuhan Yesus Sang Guru di dalam kebersamaan dan di dalam perahu kehidupan.
Persoalan manusia dalam menghadapi mengamuknya taufan sudah selesai. Mereka tenang fokus pada kehidupan spiritual dengan segala segi atau bidang kehidupan lain yang menyertainya. Meskipun ada badai kehidupan yang akan menjadi pemicu persoalan psikologis para murid pada masa yang akan datang, pasti pengalaman di atas perahu ini menjadi sebuah moment penting bagaimana mereka menghadapi dan mengalami persoalan- persoalan psikologis mereka bersama Sang Guru mereka maupun saat mereka melayani umat tanpa Sang Guru.
Tepat kata pepata, "pengalaman adalah Guru yang paling bijaksana." Untuk orang bijaksana perlu juga mengelaborasi literature review tentang wisdom untuk asah akal-aksi-rasa bijaksana pribadi dalam hidup dan kehidupan.***