Renungan Misa Harian Kamis 14 Januari 2021


*P.Benediktus Bere Mali,SVD*



Bacaan 

Ibr.3:7-14

Mrk.1:40-45


Yesus melakukan mujizat penyembuhan orang yang sakit kusta. Bagi saya, ada satu hal yang paling Menarik dalam Injil Hari ini.  Saya tertarik pada Yesus yang menegaskan bahwa Orang yang telah  Sembuh dari Kusta itu tidak boleh menyebarkannya kepada siapapun kecuali kepada imam. Hal ini bagi saya merupakan sesuatu yang sangat istimewa. Mengapa? Pada zaman ini, seorang yang mengalami Sakit Kusta, mendapat pengobatan dan hingga penyembuhan, sudah pasti berada di dalam tangan dingin para dokter dan perawat. Tetapi pada zaman Yesus, orang yang memiliki kuasa untuk menentukan seorang Sakit Kusta dan bagaimana aturan pengobatan dan penyembuhannya, ada di dalam tangan para imam (Kitab Imamat 13 dan 14). Yesus menegaskan bahwa orang yang telah mengalami kesembuhan dari Kusta itu penting pergi menjumpai imam dan membawa serta sejumlah persyaratan Syukuran atas Sembuh dari Sakit Kusta menurut Hukum Musa (Imamat 13 dan 14). Dalam Perjanjian Lama khususnya Kitab Taurat ditegaskan bahwa para imam yang menentukan apakah seseorang itu Sakit Kusta atau tidak, bagaimana pengobatan sampai Sembuh lalu kemudian syukur atas Sembuh. Tetapi dalam Perjanjian Baru, khususnya dalam Injil Hari ini Yesus adalah Sang Imam Agung penyembuh orang Kusta. Mujizat  Yesus menyembuhkan orang Kusta ini merupakan sebuah jawaban atas , siapa yang menentukan seseorang itu menderita Sakit Kusta, pengobatan, penyembuhan, syukur atas sembuh, seperti terdapat dalam Perjanjian Lama khususnya dalam Kitab Imamat 13 dan 14.  Yesus adalah Imam Agung, memiliki kuasa penuh atas orang yang Sakit Kusta sampai Sembuh. 


Di sini Kita menemukan bahwa Yesus melakukan mujizat penyembuhan orang Kusta ini, dalam koridor taat aturan setempat yang sedang berlaku. Yesus melakukan mujizat dalam rangka melengkapi apa yang sudah ada di waktu lalu. Dalam konteks ini waktu lalu yang dimaksud adalah Perjanjian Lama. Yesus melakukan mujizat bukan untuk melawan hukum Taurat tetapi untuk menyempurnakannya. 


Pesan bagi Kita khususnya para penyembuh dalam kelompok-kelompok Rohani yang ada adalah ini. Menjadi penyembuh bukan untuk melawan aturan atau hukum Gereja yang ada. Tetapi kelompok-kelompok doa penyembuhan atau penyembuh dalam Gereja Katolik semestinya Taat aturan Gereja Katolik dalam hal ini penting sekali penyembuh atau Kelompok penyembuhan senantiasa berdialog dengan pimpinan Gereja Katolik dari tingkat Komunitas Basis Gereja sampai pimpinan tertinggi menurut Hukum Gereja Katolik. Aturan yang ada disempurnakan dengan kegiatan-kegiatan penyembuhan yang ada dalam Gereja Katolik. ***